Dan Hizkia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, persis seperti yang telah dilakukan Daud, bapa leluhurnya.
Ilustrasi pemulihan dan kesetiaan
Ayat 2 Tawarikh 29:2 merupakan titik awal yang sangat penting dalam narasi pemulihan spiritual Kerajaan Yehuda di bawah pemerintahan Raja Hizkia. Ayat ini secara ringkas namun kuat menyatakan bahwa Hizkia "melakukan apa yang benar di mata TUHAN, persis seperti yang telah dilakukan Daud, bapa leluhurnya." Pernyataan ini bukan sekadar pujian belaka, melainkan sebuah pengakuan atas dasar moral dan spiritual yang kuat yang menjadi pijakan kepemimpinannya. Dalam konteks sejarah Israel, Daud dihormati bukan hanya sebagai raja yang gagah berani dan penakluk, tetapi juga sebagai seseorang yang memiliki hati yang mencari Tuhan, meskipun tidak sempurna. Keberpihakannya pada kebenaran Tuhan, dan kemauan untuk tunduk pada perintah-Nya, menjadi tolok ukur kesetiaan yang ideal.
Konteks sebelum ayat ini menggambarkan periode kegelapan spiritual yang panjang di Yehuda. Banyak raja sebelumnya telah menyimpang dari jalan Tuhan, membiarkan penyembahan berhala merajalela dan bait suci Tuhan dilupakan atau dinodai. Maka, kedatangan Hizkia yang kembali pada standar kebenaran yang ditetapkan oleh Daud menjadi sebuah anomali yang disambut baik dan membawa harapan baru. Frasa "melakukan apa yang benar di mata TUHAN" menekankan bahwa orientasi utama Hizkia adalah keselarasan tindakannya dengan kehendak ilahi, bukan semata-mata kepuasan rakyat atau tujuan politik semata. Ini adalah fondasi kepemimpinan yang kokoh, yang berakar pada ketakutan akan Tuhan dan kerinduan untuk menyenangkan-Nya.
Perbandingan dengan Daud sangat signifikan. Daud, meskipun menghadapi banyak tantangan dan bahkan melakukan kesalahan besar, selalu memiliki kemampuan untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan. Kesetiaan Daud pada perjanjian Allah dan dorongan untuk memelihara kesucian ibadah menjadi teladan. Hizkia, dengan mengambil teladan Daud, menunjukkan pemahaman mendalam tentang pentingnya pusat ibadah yang murni. Keputusannya untuk membersihkan dan memulihkan Bait Allah, yang dijelaskan dalam pasal-pasal berikutnya, adalah manifestasi langsung dari komitmennya untuk "melakukan apa yang benar di mata TUHAN." Ini menunjukkan bahwa pemulihan moral dan spiritual harus dimulai dari tempat ibadah yang terhormat dan dari hati para pemimpin yang setia.
Ayat ini menginspirasi kita untuk memahami bahwa kepemimpinan yang efektif dan berdampak adalah kepemimpinan yang berakar pada prinsip-prinsip ilahi. Di tengah godaan dan tekanan dunia modern, komitmen untuk melakukan apa yang benar di mata Tuhan, meneladani teladan Kristus, menjadi panduan yang tak ternilai. Seperti Hizkia, kita dipanggil untuk membawa pembaharuan, membersihkan "bait" hati kita dari hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan, dan mengarahkan hidup kita pada kesetiaan yang sejati. Ini adalah jalan menuju pemulihan pribadi, komunitas, dan bahkan bangsa. Kesetiaan pada kebenaran Tuhan, sebagaimana dicontohkan oleh Hizkia, adalah kunci utama untuk mengalami berkat dan pemeliharaan-Nya.