2 Tawarikh 29:33

"Dan jumlah dari korban bakaran yang dipersembahkan raja ialah seribu ekor lembu, sepuluh ribu ekor domba dan dua puluh ribu ekor kambing; dan untuk korban keselamatan seribu ekor lembu, sepuluh ribu ekor domba dan dua puluh ribu ekor kambing. Demikianlah ibadah di rumah TUHAN dijalankan."

Persembahan yang Melimpah

Sebuah visualisasi sederhana dari kelimpahan persembahan yang dipersembahkan.

Ayat 2 Tawarikh 29:33 mencatat sebuah momen penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda, di mana Raja Hizkia memimpin pemulihan ibadah yang tulus kepada TUHAN. Setelah periode panjang penyembahan berhala dan ketidaktaatan di bawah pemerintahan ayahnya, Amon, serta kakeknya, Manasye, Hizkia mengambil langkah berani untuk membersihkan Bait Suci dan mengembalikan tata tertib ibadah sesuai dengan hukum Musa.

Kelimpahan persembahan yang disebutkan dalam ayat ini – ribuan lembu, domba, dan kambing – bukanlah sekadar angka statistik, melainkan indikator dari semangat pertobatan dan ketaatan yang menggebu. Persembahan dalam jumlah besar ini menunjukkan dedikasi total Raja Hizkia dan seluruh umatnya dalam mengembalikan fokus hidup mereka kepada Allah. Ini bukan hanya kewajiban formal, tetapi sebuah ekspresi hati yang penuh syukur dan kerendahan hati di hadapan Sang Pencipta.

Tindakan ini memiliki konsekuensi spiritual yang mendalam. Pemulihan ibadah yang benar membawa kembali hadirat TUHAN ke tengah umat-Nya. Ketika Hizkia membuka kembali pintu-pintu Bait Suci dan mempersembahkan korban, ia melakukannya dengan doa yang penuh permohonan dan pengakuan dosa. Tanggapan TUHAN pun segera terlihat. Ayat-ayat selanjutnya dalam pasal ini menggambarkan bagaimana Allah menerima persembahan itu, mengirimkan api dari langit untuk menghanguskan korban bakaran, sebuah tanda penerimaan ilahi yang luar biasa.

2 Tawarikh 29:33 mengajarkan kita tentang pentingnya ibadah yang teratur, tulus, dan bersungguh-sungguh. Persembahan materi, meskipun diukur dalam kuantitas, pada dasarnya mencerminkan komitmen hati. Bagi umat beriman pada zaman Hizkia, persembahan tersebut adalah cara untuk menunjukkan pengabdian mereka dan memulihkan hubungan yang retak dengan Allah. Di masa kini, konsep persembahan bisa bervariasi, namun esensinya tetap sama: memberikan yang terbaik dari diri kita, waktu, talenta, dan sumber daya kita, untuk memuliakan Allah dan melayani sesama.

Kisah Raja Hizkia dan pemulihan ibadah di Bait Suci memberikan teladan yang kuat. Ketika kita bersedia membersihkan "bait" hati kita dari hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Allah dan mengembalikan prioritas ibadah yang benar, kita dapat berharap akan pemulihan dan berkat dari-Nya. Ayat ini mengingatkan bahwa kesetiaan dalam ibadah, bahkan yang ditunjukkan melalui kelimpahan persembahan, adalah kunci untuk merasakan hadirat dan perkenanan Allah dalam kehidupan kita.