"Dan Hizkia bersama para pembesar menyuruh orang Lew untuk menyanyikan pujian kepada TUHAN dengan perkataan Daud dan Asaf penyair. Mereka menyanyikan pujian dengan sukacita yang besar, dan mereka tunduk serta menyembah." (2 Tawarikh 29:30)
Kisah pemulihan rohani yang terjadi di bawah kepemimpinan Raja Hizkia merupakan salah satu babak paling inspiratif dalam sejarah Israel. Setelah masa kegelapan di bawah pemerintahan ayahnya, Ahas, yang menolak Tuhan dan mendirikan tempat-tempat penyembahan berhala, Hizkia mengambil langkah berani untuk mengembalikan ibadah yang benar kepada Tuhan. Salah satu momen puncaknya adalah ketika ia memerintahkan pembersihan Bait Suci dan dimulainya kembali ibadah yang dipenuhi sukacita dan pujian. Ayat 2 Tawarikh 29:30, meskipun hanya satu bagian dari konteks yang lebih luas, menangkap esensi dari pemulihan ini: umat Tuhan kembali bersukacita dalam menyanyikan pujian kepada TUHAN.
Ayat ini secara spesifik menyoroti peran penting musik dan nyanyian pujian dalam ibadah. Hizkia tidak hanya memerintahkan pembersihan fisik Bait Suci, tetapi juga pemulihan spiritual melalui ekspresi hati yang tulus. Perintahnya kepada orang Lew untuk menyanyikan pujian kepada TUHAN, menggunakan kata-kata dari Daud dan Asaf, menunjukkan pengakuan terhadap tradisi dan warisan rohani yang telah ada. Daud, seorang raja yang juga seorang pemazmur, dan Asaf, seorang pemimpin puji-pujian, dikenal karena lagu-lagu mereka yang mendalam dan penuh ekspresi. Dengan kembali ke warisan ini, Hizkia mengarahkan umatnya untuk menyembah Tuhan dengan cara yang Dia sendiri tetapkan.
Frasa "menyanyikan pujian dengan sukacita yang besar" adalah inti dari perubahan yang terjadi. Ini bukan sekadar rutinitas ibadah yang kaku, melainkan sebuah ungkapan kebahagiaan dan rasa syukur yang meluap dari hati yang telah ditebus dan dipulihkan. Setelah bertahun-tahun mungkin tertutup oleh ketakutan, ketidaktaatan, atau penindasan spiritual, umat Tuhan kini dapat kembali merasakan kebebasan dan sukacita dalam kehadiran-Nya. Sukacita ini tidak lahir dari keadaan duniawi yang sempurna, melainkan dari pengenalan kembali akan kebaikan dan kesetiaan Tuhan.
Lebih lanjut, ayat tersebut ditutup dengan tindakan yang melengkapi pujian: "mereka tunduk serta menyembah." Pujian yang tulus akan selalu mengarah pada kerendahan hati dan penyerahan diri kepada Tuhan. Ini adalah respons alami dari hati yang menyadari kebesaran Tuhan dan kebaikan-Nya. Tunduk dan menyembah adalah pengakuan tertinggi atas kedaulatan Tuhan dalam kehidupan mereka. Pemulihan yang sesungguhnya bukan hanya pada ritual ibadah, tetapi pada relasi pribadi yang diperbarui antara umat dan Sang Pencipta.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita hari ini. Sebagaimana umat Israel di bawah Hizkia, kita juga dapat mengalami masa-masa di mana spiritualitas kita mungkin terasa kering atau tidak berarti. Namun, firman Tuhan mengingatkan kita akan kekuatan pemulihan yang dapat terjadi ketika kita secara sadar memilih untuk kembali kepada-Nya, memuliakan Dia melalui pujian, dan menyembah-Nya dengan hati yang tulus dan sukacita. Membangun kembali fondasi ibadah yang benar, yang berpusat pada kebenaran firman dan ekspresi hati yang dipenuhi Roh Kudus, akan membawa pemulihan pribadi dan komunitas yang mendalam.
Menyanyikan pujian dengan sukacita yang besar, tunduk, dan menyembah adalah jalan menuju pemulihan yang sejati dalam hubungan kita dengan Tuhan.