"Dan Hizkia dan para pemimpinnya memerintahkan orang Lewi untuk menyanyikan mazmur pujian kepada TUHAN dengan perkataan Daud dan Asaf. Maka mereka menyanyikan mazmur pujian dengan sukacita yang besar, lalu mereka sujud menyembah dan bersyukur kepada TUHAN."
Ayat 2 Tawarikh 30:2 merupakan bagian penting dari narasi tentang pemulihan ibadah di Kerajaan Yehuda di bawah pemerintahan Raja Hizkia. Setelah bertahun-tahun penyembahan berhala merajalela dan ketidakpedulian terhadap Taurat Tuhan, Hizkia mengundang seluruh umat Israel, dari Yehuda hingga ke wilayah utara yang telah dikuasai Asyur, untuk kembali ke Yerusalem dan merayakan Paskah. Perayaan ini telah lama tidak dilakukan sesuai dengan ketetapan Tuhan.
Ayat ini secara spesifik menyoroti salah satu aspek kunci dari pemulihan tersebut: pujian dan penyembahan yang tulus kepada Tuhan. Hizkia dan para pemimpinnya tidak hanya fokus pada aspek ritual Paskah, tetapi juga pada kebangunan rohani yang mendalam. Mereka menginstruksikan orang-orang Lewi, yang bertugas dalam pelayanan bait, untuk menggunakan mazmur-mazmur yang ditulis oleh Daud dan Asaf. Mazmur-mazmur ini kaya akan ungkapan syukur, pengakuan akan kebaikan Tuhan, dan pengakuan akan kebesaran-Nya.
Penggunaan perkataan Daud dan Asaf menunjukkan penghargaan terhadap tradisi pujian yang telah ditetapkan sebelumnya dan merupakan ekspresi iman yang telah teruji. Daud, seorang raja yang dekat dengan hati Tuhan, dan Asaf, seorang pelayan ibadah yang terkemuka, dikenal karena karya-karya rohani mereka yang menginspirasi. Dengan menggemakan kata-kata mereka, umat Israel kembali terhubung dengan akar spiritual mereka dan mengalami kembali kekayaan persekutuan dengan Tuhan.
Frasa "dengan sukacita yang besar" menekankan dimensi emosional dari ibadah yang benar. Ini bukanlah sekadar kewajiban, melainkan luapan hati yang penuh kebahagiaan karena telah diselamatkan dan dipulihkan. Sukacita ini menjadi bukti nyata dari pekerjaan Tuhan dalam hati mereka, mengusir kesedihan dan keputusasaan yang mungkin telah mereka rasakan akibat dosa dan keterasingan dari Tuhan.
Peristiwa dalam 2 Tawarikh 30:2 memberikan pelajaran berharga bagi umat percaya saat ini. Pertama, pentingnya pemulihan dan penekanan kembali pada ibadah yang berpusat pada Tuhan. Dalam dunia yang sering kali penuh dengan gangguan dan nilai-nilai yang bertentangan, kita perlu secara sadar memprioritaskan waktu dan hati kita untuk bersekutu dengan Tuhan melalui doa, pembacaan firman, dan ibadah jemaat.
Kedua, ayat ini mengajarkan tentang kekuatan pujian dan penyembahan. Seperti Hizkia dan orang Lewi, kita dipanggil untuk menyanyikan mazmur, lagu pujian, dan mengekspresikan syukur kita kepada Tuhan, tidak hanya dengan kata-kata tetapi juga dengan hati yang tulus dan penuh sukacita. Pujian memiliki kekuatan untuk mengangkat semangat kita, mengusir keraguan, dan mengingatkan kita akan kebaikan dan kesetiaan Tuhan.
Ketiga, pentingnya menghubungkan kembali dengan warisan iman. Mempelajari dan mengaplikasikan ajaran-ajaran dari Kitab Suci serta meneladani teladan iman para tokoh terdahulu dapat memperkaya perjalanan spiritual kita. Ayub, Daud, Asaf, dan banyak tokoh Alkitab lainnya dapat menjadi sumber inspirasi dan panduan bagi kita dalam menghadapi tantangan zaman ini.
Pada akhirnya, 2 Tawarikh 30:2 mengingatkan kita bahwa ibadah yang sejati adalah kombinasi antara ketaatan pada perintah Tuhan, hati yang tulus, dan luapan sukacita yang mendalam sebagai respons terhadap kasih karunia-Nya. Melalui pemulihan ibadah dan penekanan pada pujian, Hizkia membawa umatnya kembali kepada persekutuan yang hidup dengan Tuhan, sebuah prinsip yang tetap relevan hingga kini.