2 Tawarikh 32:14

"Seperti yang telah dilakukan oleh para leluhurmu, demikianlah yang akan kulakukan. Hancurkanlah segala dewa bangsa-bangsa itu, walaupun mereka adalah raja-raja Asyur yang besar. Mereka tidak akan dapat menyelamatkan bangsa mereka dari tanganmu."

Ayat 2 Tawarikh 32:14 ini berasal dari peristiwa penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda, khususnya saat Raja Hizkia menghadapi ancaman besar dari Raja Sanherib dari Asyur. Dalam menghadapi invasi yang mengancam, Hizkia menunjukkan ketaatan dan keyakinannya kepada Tuhan, bukan kepada kekuatan manusia atau dewa-dewa asing.

Ayat ini merupakan pengulangan perkataan Hizkia kepada para pejabat dan komandan pasukannya. Ini adalah sebuah pernyataan keberanian dan iman yang dilandasi oleh pengalaman dan ajaran para leluhurnya. Hizkia tidak hanya mengutip perkataan para pendahulunya, tetapi juga menegaskan tekadnya untuk meneladani tindakan mereka dalam menghadapi tantangan yang serupa. Ini menunjukkan pentingnya belajar dari sejarah dan tradisi iman. Para leluhur yang berhasil mempertahankan umat Tuhan seringkali adalah mereka yang sepenuhnya bersandar pada kekuatan ilahi.

Fokus utama dari ayat ini adalah penolakan terhadap dewa-dewa asing dan penegasan bahwa kekuatan dewa-dewa tersebut tidak akan mampu menolong bangsa mereka dari tangan umat Tuhan. Sanherib, raja Asyur, dalam surat ancamannya kepada Hizkia, telah membandingkan kekuatan Tuhan Israel dengan dewa-dewa bangsa-bangsa lain yang telah ditaklukkannya, dengan tujuan merendahkan dan menakut-nakuti Hizkia. Namun, Hizkia membalikkan argumen tersebut. Ia yakin bahwa dewa-dewa yang disembah oleh raja-raja Asyur adalah ilusi dan tidak memiliki kekuatan yang sejati.

Ini adalah pelajaran penting tentang kesetiaan monoteistik. Dalam budaya kuno, penaklukan seringkali berarti penghancuran atau penghinaan terhadap dewa-dewa yang disembah oleh bangsa yang kalah. Sanherib menggunakannya sebagai alat propaganda. Namun, Hizkia, didukung oleh nabi Yesaya, memahami bahwa Tuhan Israel adalah satu-satunya Tuhan yang berkuasa. Keyakinan ini membebaskannya dari ketakutan dan memampukannya untuk mengambil sikap tegas.

Perkataan Hizkia menekankan bahwa kekuatan Sanherib, sehebat apapun, pada akhirnya akan sia-sia. Ancaman yang datang bukan hanya dari kekuatan militer, tetapi juga dari tekanan psikologis dan spiritual melalui perbandingan dengan dewa-dewa asing. Namun, iman Hizkia terbukti lebih kuat. Ia percaya bahwa Tuhan akan membela umat-Nya, sama seperti yang telah dilakukan-Nya di masa lalu. Pengalaman para leluhur, seperti keberhasilan Musa memimpin umat Israel keluar dari Mesir atau kemenangan Yosua memasuki Tanah Perjanjian, menjadi sumber kekuatan dan jaminan bagi Hizkia.

Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengajarkan bahwa kita tidak boleh tertipu oleh kekuatan duniawi, kekayaan, atau propaganda yang meremehkan kuasa Tuhan. Baik dalam skala pribadi maupun kolektif, ketika kita menghadapi kesulitan, kita dipanggil untuk bersandar pada Tuhan dan menolak segala bentuk penyembahan berhala, baik yang berbentuk fisik maupun simbolis. Keyakinan pada Tuhan yang sejati adalah sumber kekuatan yang tidak dapat ditandingi oleh kekuatan manapun di dunia.

Tuhan Pelindung

Simbol kepercayaan dan perlindungan.