Ayat 2 Tawarikh 32:27 bukan sekadar mencatat harta benda seorang raja, melainkan menggambarkan sebuah era keberlimahan dan keberhasilan di bawah kepemimpinan Raja Hizkia. Di tengah tantangan dan ancaman dari bangsa-bangsa asing, terutama Asyur, Hizkia tidak hanya fokus pada pertahanan militer dan spiritual, tetapi juga pada pembangunan ekonomi dan pengelolaan sumber daya negara secara bijaksana. Ayat ini menyajikan gambaran kekayaan dan kemuliaan yang ia miliki, sebuah cerminan dari kemakmuran yang dirasakan oleh kerajaannya.
Kekayaan yang dimiliki Hizkia meliputi berbagai macam aset berharga. Disebutkan adanya "perak, emas, batu permata, rempah-rempah, perisai-perisai dan segala macam barang yang indah-indah." Pembendaharaan ini bukan hanya untuk kesenangan pribadi raja, melainkan merupakan simbol stabilitas dan kekuatan kerajaan. Perak dan emas menjadi standar kekayaan yang umum, sementara batu permata menunjukkan akses terhadap sumber daya alam yang langka dan berharga. Rempah-rempah, pada masa itu, sangatlah bernilai tinggi, digunakan untuk keperluan medis, upacara keagamaan, dan parfum mewah. Perisai-perisai, yang terbuat dari bahan-bahan berkualitas tinggi, tidak hanya menjadi simbol militer, tetapi juga menunjukkan investasinya dalam pertahanan dan kesiapsiagaan negaranya.
Lebih dari sekadar daftar aset, "kemuliaan" yang menyertai kekayaan Hizkia menunjukkan reputasi dan kehormatan yang ia raih. Kemuliaan ini kemungkinan besar timbul dari ketaatannya kepada TUHAN, keberhasilan militernya melawan Sanherib (seperti yang dicatat dalam pasal sebelumnya), serta kebijakannya dalam memulihkan ibadah dan memperbaiki kondisi Yerusalem. Kemakmuran yang ia bawa bagi rakyatnya tentu saja meningkatkan status dan pengaruhnya di mata bangsa-bangsa lain.
Fokus pada "bilik-bilik perbendaharaan" menunjukkan pentingnya manajemen yang baik. Hizkia tidak hanya mengumpulkan kekayaan, tetapi juga menyimpannya dengan aman dan tertata. Ini menyiratkan adanya sistem administrasi yang efisien dalam kerajaannya, yang mampu mengumpulkan, menyimpan, dan mengelola sumber daya yang melimpah. Kemakmuran ini tidak datang begitu saja, melainkan hasil dari kepemimpinan yang visioner, takut akan Tuhan, dan pengelolaan yang bertanggung jawab.
Kisah Hizkia dalam 2 Tawarikh 32 mengajarkan bahwa keberlimahan materi dan kemuliaan duniawi dapat menjadi berkat ketika dikelola dengan hikmat dan didasarkan pada kesetiaan kepada Tuhan. Kekayaannya memungkinkan dia untuk berinvestasi dalam pertahanan, membangun infrastruktur, dan bahkan untuk memberi persembahan yang melimpah kepada Bait Allah. Ini adalah pengingat bahwa keberhasilan duniawi dapat berjalan seiring dengan kehidupan rohani yang kuat, asalkan fokus utama tetap tertuju pada Sang Pemberi segalanya.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini menginspirasi kita untuk melihat bahwa kemakmuran bukanlah tujuan akhir, melainkan alat yang bisa digunakan untuk kebaikan yang lebih besar. Pengelolaan sumber daya yang bijaksana, baik itu materi, waktu, maupun talenta, dapat menghasilkan dampak positif yang luas, mencerminkan kemuliaan yang berasal dari ketaatan dan kesetiaan kepada prinsip-prinsip ilahi. Kekayaan dan kemuliaan Hizkia menjadi saksi bisu bagaimana seorang pemimpin yang takut Tuhan dapat membawa kejayaan bagi bangsanya.