Kisah Hizkia, raja Yehuda, yang dengan teguh beriman kepada Tuhan dan menolak menyerah kepada Sanherib, raja Asyur, adalah salah satu bukti kekuatan iman dan pertolongan ilahi yang luar biasa. Bab ini menceritakan bagaimana Yerusalem menghadapi ancaman besar dari pasukan Asyur yang perkasa. Namun, Hizkia tidak gentar. Ia memanggil para pemimpin dan hamba Tuhan, serta memperkuat pertahanan kota. Ia juga menyingkirkan mezbah-mezbah berhala dan mengingatkan umat untuk berpegang teguh pada Tuhan.
Ketika Sanherib mengirimkan utusannya untuk mengejek dan menakut-nakuti umat Yerusalem, Hizkia tidak terpengaruh. Sebaliknya, ia pergi ke Rumah TUHAN, mengenakan kain kabung, dan berdoa dengan sungguh-sungguh. Doanya yang penuh kerendahan hati dan keyakinan kepada kekuasaan Tuhan dijawab. TUHAN mengutus nabi Yesaya untuk menyampaikan janji penyelamatan. Malam itu juga, malaikat TUHAN mendatangi perkemahan Asyur dan membinasakan seratus delapan puluh lima ribu prajurit. Sanherib terpaksa kembali ke Niniwe dalam kehinaan.
Keberhasilan Hizkia bukan hanya karena kekuatan militer, tetapi lebih utama karena imannya yang teguh kepada Tuhan. Ia memahami bahwa kemenangan sejati datang dari penyertaan Tuhan. Kisah ini mengajarkan pentingnya ketaatan kepada firman Tuhan, keberanian dalam menghadapi kesulitan, dan kepercayaan penuh pada pemeliharaan ilahi. Hizkia juga menunjukkan kepemimpinan yang baik dalam mempersiapkan umatnya secara fisik maupun spiritual.
Ilustrasi: Keteguhan Iman dan Pertolongan Tuhan
Berbeda dengan kisah Hizkia, pasal 33 menyajikan cerita tentang raja Manasye, putra Hizkia. Manasye adalah contoh bagaimana seorang pemimpin dapat jatuh ke dalam kegelapan dan kesesatan, namun juga menunjukkan bahwa pengampunan dan pemulihan selalu terbuka bagi mereka yang bertobat. Manasye memerintah selama 55 tahun, masa pemerintahan yang sangat panjang. Sayangnya, ia melakukan banyak hal yang jahat di mata TUHAN. Ia mendirikan kembali mezbah-mezbah untuk dewa-dewa asing, membangun mezbah-mezbah untuk dewa-dewa lain di dalam Rumah TUHAN, menyembah dan melayani tentara langit, serta bahkan mengorbankan anak-anaknya di lembah Ben-Hinom. Ia juga menggunakan ilmu nujum, tenung, dan sihir, serta menggerakkan roh-roh.
Tindakan-tindakan dosa Manasye ini membawa murka TUHAN atas Yehuda dan Yerusalem. TUHAN mengirimkan para pemimpin Asyur yang datang dan menangkap Manasye. Ia dibelenggu dan dibawa ke Babel. Di tengah penderitaannya di Babel, terasing dan terhimpit, Manasye akhirnya sadar dan merendahkan diri di hadapan TUHAN. Ia berdoa dengan sungguh-sungguh, memohon belas kasihan dan pengampunan dari Allah nenek moyangnya. Ia mengakui kesalahannya dan bertobat.
Dan ajaibnya, TUHAN mendengar permohonannya. Ia mengasihani Manasye dan mengembalikannya ke Yerusalem untuk memerintah kembali. Setelah peristiwa ini, Manasye mengalami transformasi besar. Ia menyingkirkan dewa-dewa asing, mezbah-mezbah yang telah ia bangun di atas Gunung Moria dan di Yerusalem, serta membuangnya ke luar kota. Ia juga memperbaiki mezbah TUHAN dan mempersembahkan korban syukur serta puji-pujian. Ia juga mendorong umatnya untuk melayani TUHAN, Allah Israel. Kisah Manasye adalah pengingat kuat bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni jika ada pertobatan yang tulus. Ia membuktikan bahwa belas kasihan Tuhan jauh melampaui kejahatan manusia.