Ayat 2 Tawarikh 32:6 mencatat momen krusial dalam sejarah Kerajaan Yehuda di bawah kepemimpinan Raja Hizkia. Saat itu, Kerajaan Asyur, sebuah imperium yang ditakuti dan perkasa, di bawah pimpinan Sanherib, menginvasi wilayah Yehuda. Ancaman ini begitu nyata dan mengerikan, mengguncang fondasi keamanan dan keberlangsungan hidup bangsa. Yerusalem, jantung spiritual dan politik, berada di ambang kehancuran.
Dalam situasi yang penuh keputusasaan ini, Raja Hizkia tidak memilih untuk menyerah pada kepanikan atau mengandalkan kekuatan militer semata. Sebaliknya, ia menunjukkan kepemimpinan yang luar biasa dengan mengumpulkan para pemimpin bangsa. Pertemuan ini bukanlah rapat strategi militer biasa, melainkan sebuah penguatan mental dan spiritual. Hizkia berbicara "kepada hati mereka," sebuah ungkapan yang menekankan kedalaman pesannya.
Inti dari pidatonya adalah seruan untuk "kuat dan berani!" Ia secara eksplisit meminta mereka untuk tidak takut atau gentar menghadapi kekuatan Asyur. Ajakan ini mungkin terdengar kontradiktif mengingat superioritas militer Asyur. Namun, Hizkia segera memberikan dasar dari keberanian tersebut. Ia menyatakan bahwa "yang menyertai kita lebih besar daripada yang menyertai dia." Pernyataan ini jelas merujuk pada Allah Yang Mahakuasa.
Kisah ini mengajarkan kita sebuah pelajaran berharga tentang sumber kekuatan sejati. Dalam menghadapi tantangan hidup yang terasa luar biasa, baik itu kesulitan pribadi, masalah pekerjaan, atau krisis yang lebih besar, ketakutan seringkali menjadi musuh terbesar kita. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh Hizkia, ketakutan dapat diatasi dengan mengalihkan fokus kita. Alih-alih terpaku pada besarnya masalah atau kekuatan musuh, kita dipanggil untuk mengingat dan mengandalkan kehadiran Allah.
Kehadiran Allah yang menyertai kita bukan sekadar sebuah keyakinan pasif, melainkan sebuah kekuatan aktif yang mampu mengubah situasi yang paling genting sekalipun. Perkataan Hizkia adalah pengingat bahwa dalam pertarungan hidup, pertempuran seringkali dimulai dan dimenangkan di dalam hati. Ketika hati dipenuhi keberanian yang bersumber dari iman kepada Allah, maka segala rintangan yang tampak besar pun dapat dihadapi dengan teguh. Iman inilah yang memberikan perspektif baru, mengubahkan ketakutan menjadi ketabahan, dan keputusasaan menjadi harapan.
Kisah Hizkia dan Yerusalem kemudian terbukti. Allah campur tangan dengan ajaib, mengalahkan tentara Asyur dalam satu malam, menyelamatkan kota dan rakyatnya. Ini menegaskan kebenaran perkataan Hizkia: kekuatan yang menyertai umat-Nya jauh melampaui segala kekuatan duniawi. 2 Tawarikh 32:6 mengingatkan kita untuk selalu mendasarkan keberanian kita pada Allah, bukan pada keadaan.