2 Tawarikh 1:3 - Memohon Hikmat dari Sumber Utama

"Maka pergilah Salomo dengan seluruh jemaah itu ke tempat ibadat yang di Gibeon, sebab di sana di mezbah itu ada kemah pertemuan Allah, yang telah dibuat Musa, hamba TUHAN, di padang gurun."

Ilustrasi awan dengan pancaran cahaya dan simbol hati Gambar abstrak yang menggambarkan turunnya hikmat ilahi dari surga. Hikmat dan Kebijaksanaan

Ayat pembuka dalam kitab 2 Tawarikh, pasal 1, ayat 3, membawa kita pada momen penting dalam perjalanan Raja Salomo. Peristiwa ini terjadi setelah ia naik takhta menggantikan ayahnya, Daud. Alih-alih langsung berfokus pada pembangunan istana megah atau memperluas kerajaan, Salomo memilih untuk memprioritaskan hubungannya dengan Tuhan. Ia melakukan perjalanan ke Gibeon, sebuah tempat yang memiliki makna spiritual mendalam bagi bangsa Israel. Gibeon adalah lokasi mezbah utama yang didirikan oleh Musa di padang gurun, dan di sana pula terdapat Kemah Pertemuan Allah. Keberadaan dua elemen ini—mezbah dan kemah pertemuan—menandakan bahwa Gibeon adalah pusat ibadah dan komunikasi langsung dengan Sang Ilahi pada masa itu.

Perjalanan Salomo ke Gibeon bukanlah sekadar ritual keagamaan biasa. Ini adalah sebuah pernyataan iman, sebuah pengakuan akan ketergantungannya pada Tuhan sebagai sumber segala sesuatu, termasuk kepemimpinan dan keberhasilan dalam memerintah. Dalam konteks Alkitab, keputusan untuk mendatangi tempat ibadah seperti Gibeon melambangkan kerendahan hati dan kesadaran bahwa kekuasaan duniawi takkan berarti tanpa berkat dan tuntunan dari Tuhan. Salomo, sebagai raja yang baru saja menerima estafet kepemimpinan, memahami bahwa ia membutuhkan lebih dari sekadar kecerdasan manusia. Ia membutuhkan hikmat ilahi.

Tindakan Salomo ini memberikan pelajaran berharga bagi kita. Seringkali, dalam mengejar tujuan hidup, karier, atau bahkan dalam menghadapi tantangan sehari-hari, kita cenderung mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri sendiri. Kita mungkin memiliki rencana yang matang, strategi yang canggih, dan sumber daya yang memadai. Namun, ayat ini mengingatkan kita bahwa sumber hikmat yang paling sejati dan mendalam berasal dari Tuhan. Hikmat ilahi bukan hanya sekadar pengetahuan atau kecerdasan, tetapi juga pemahaman yang mendalam, kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah, serta ketakutan akan Tuhan.

Dengan mendatangi Gibeon, Salomo sedang menempatkan dirinya di hadapan Tuhan, siap untuk menerima apa pun yang Tuhan ingin berikan. Ini adalah fondasi yang kokoh bagi pemerintahannya, sebuah langkah awal yang penuh harapan. Kita pun dipanggil untuk meneladani sikap ini. Dalam kesibukan dunia modern, mari kita luangkan waktu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui doa, firman-Nya, dan ibadah. Mintalah hikmat kepada-Nya, sebab hanya dari Sumber Utama itulah kita dapat memperoleh pengertian yang benar dan kemampuan untuk menjalani hidup yang berkenan kepada-Nya. Keputusan Salomo di Gibeon menjadi bukti bahwa dengan Tuhan di pihak kita, tantangan sebesar apa pun dapat dihadapi dengan keyakinan dan hikmat yang memampukan.