"Sesudah itu ia mendirikan tembok luar kota Daud, di sebelah barat Gehon, di lembah itu, sampai ke pintu gerbang Ikan; dan mengelilingi Ofel dengan tembok itu, dan membuatnya sangat tinggi. Ia juga menempatkan kepala-kepala pasukan bersenjata di semua kota berkubu di Yehuda."
Ayat 2 Tawarikh 33:14 mencatat tindakan konkret Raja Manasye setelah ia mengalami pertobatan yang mendalam. Setelah bertahun-tahun memimpin umat Israel ke dalam penyembahan berhala dan kefasikan yang parah, yang berujung pada pembuangan dan penderitaan pribadinya, Manasye kembali kepada Allah dengan hati yang hancur. Ayat ini menggambarkan bagaimana pertobatan itu tidak hanya berhenti pada penyesalan hati, tetapi juga diwujudkan dalam tindakan nyata untuk memulihkan dan memperkuat kerajaannya, terutama kota Yerusalem.
Fokus pada pembangunan fisik, seperti mendirikan tembok luar kota Daud di bagian barat Gehon dan lembah, serta mengelilingi Ofel dengan tembok yang sangat tinggi, menunjukkan adanya keinginan kuat untuk mengamankan dan mempertahankan ibu kota. Tindakan ini bukan sekadar pembangunan biasa, melainkan simbol dari upaya Manasye untuk membangun kembali kepercayaan umatnya, memulihkan otoritas rohani dan politik yang telah dirusak oleh dosanya, dan melindungi mereka dari ancaman eksternal maupun internal. Yerusalem, sebagai pusat ibadah dan pemerintahan, haruslah menjadi benteng yang kokoh.
Selain penguatan fisik, Manasye juga menempatkan "kepala-kepala pasukan bersenjata di semua kota berkubu di Yehuda." Ini menandakan bahwa pemulihan yang ia lakukan bersifat komprehensif. Ia tidak hanya fokus pada ibu kota, tetapi juga memastikan keamanan dan stabilitas di seluruh wilayah Yehuda. Penempatan para pemimpin militer yang cakap di kota-kota yang penting secara strategis adalah langkah cerdas untuk menegakkan kembali ketertiban dan menawarkan perlindungan kepada rakyatnya. Ini adalah manifestasi dari kepemimpinan yang bertanggung jawab, yang timbul dari kesadaran akan dosanya dan kerinduan untuk berbakti kepada Allah.
Kisah Manasye, termasuk ayat ini, mengajarkan pelajaran yang berharga tentang kekuatan pertobatan yang sejati. Pertobatan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari sebuah perubahan radikal. Ketika seseorang benar-benar bertobat, ia akan memiliki dorongan untuk memperbaiki kesalahan, membangun kembali apa yang telah rusak, dan menjalani hidup yang baru yang memuliakan Allah. Tindakan Manasye ini menjadi bukti bahwa bahkan dosa yang paling kelam pun dapat diampuni oleh Tuhan, dan bahwa pertobatan yang tulus akan menghasilkan buah yang baik, yaitu kehidupan yang baru dan pelayanan yang lebih baik.
Dalam konteks yang lebih luas, 2 Tawarikh 33:14 mengingatkan kita bahwa iman sejati seringkali diungkapkan melalui tindakan. Membangun kembali tembok, memperkuat pertahanan, dan menempatkan kepemimpinan yang kompeten adalah cara Manasye menunjukkan kesetiaannya yang baru kepada Allah dan kerajaannya. Ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa setelah mengalami pengampunan dan pemulihan dari Allah, kita dipanggil untuk hidup secara berbeda, berkontribusi pada kebaikan komunitas kita, dan memperkuat fondasi spiritual dan moral di sekitar kita. Pertobatan Raja Manasye adalah salah satu kisah yang paling menggugah dalam Kitab Suci, dan ayat ini memberikan gambaran konkret tentang bagaimana pertobatan itu terwujud dalam tindakan pembangunan kembali dan pemulihan.