Dan ia membangun mezbah bagi TUHAN, dan mempersembahkan korban-korban korban damai serta korban pujian, dan memerintahkan orang Yehuda untuk melayani TUHAN, Allah Israel.
Ayat 2 Tawarikh 33:16 memberikan gambaran penting mengenai sebuah titik balik dalam kehidupan Raja Manasye dari Yehuda. Setelah masa pemerintahan yang dipenuhi dengan penyembahan berhala dan praktik-praktik yang sangat menentang ajaran Allah, Manasye mengalami penangkapan dan dibawa ke pembuangan di Babel. Di tengah penderitaannya, ayat ini mencatat sebuah momen pertobatan yang mendalam. Ia merendahkan diri di hadapan Allah nenek moyangnya, mencari wajah TUHAN, dan berdoa kepada-Nya.
Respons Allah terhadap doa pertobatan Manasye sangatlah luar biasa. TUHAN mendengarkan permohonannya, mengembalikannya ke Yerusalem, dan memulihkan kedudukannya sebagai raja. Pengalaman ini tidak hanya mengubah Manasye secara pribadi, tetapi juga memengaruhi kebijakan pemerintahannya. Ayat 16 ini secara spesifik menyoroti tindakan konkret pertobatannya: ia membangun kembali mezbah bagi TUHAN, mempersembahkan korban damai dan korban pujian, serta memulihkan ketaatan orang Yehuda untuk melayani TUHAN, Allah Israel.
Tindakan ini menandakan pengembalian fokus kepada Allah yang benar. Altar yang dibangun kembali menjadi simbol pusat ibadah yang telah lama diabaikan. Persembahan korban damai dan korban pujian mencerminkan pemulihan hubungan yang harmonis dengan Allah dan pengakuan atas kebaikan-Nya. Yang paling krusial adalah keputusannya untuk memerintahkan umat Yehuda agar kembali melayani TUHAN. Ini bukan hanya keputusan pribadi, melainkan upaya sadar untuk memimpin bangsanya keluar dari kegelapan penyembahan berhala menuju terang penyembahan yang benar.
Kisah Manasye, seperti yang terangkum dalam ayat ini, menawarkan pelajaran yang berharga bagi kita. Pertobatan sejati bukanlah sekadar penyesalan, melainkan perubahan perilaku yang nyata. Ia menunjukkan bahwa tidak ada orang yang terlalu jauh dari jangkauan pengampunan Allah, asalkan ada kerendahan hati untuk berbalik kepada-Nya. Tindakan Manasye menegaskan pentingnya mengembalikan ibadah kepada TUHAN sebagai prioritas utama, baik dalam kehidupan pribadi maupun komunitas. Membangun kembali hubungan dengan Allah, mempersembahkan syukur, dan mengarahkan hati kepada-Nya adalah fondasi dari kehidupan yang benar di hadapan-Nya.
Perintah untuk melayani TUHAN, Allah Israel, juga menekankan aspek kolektif dari iman. Kehidupan rohani yang sehat melibatkan komunitas. Manasye, sebagai pemimpin, memiliki tanggung jawab untuk membimbing bangsanya. Ini mengingatkan kita bahwa kesaksian iman kita memiliki dampak yang lebih luas. Ketika kita bersatu dalam melayani dan memuliakan Allah, kita membangun fondasi yang kokoh bagi generasi mendatang, memastikan bahwa warisan iman terus dihidupkan. Peristiwa ini adalah bukti bahwa harapan selalu ada, bahkan setelah kegagalan terbesar sekalipun, jika hati kembali kepada sumber kehidupan yang sejati.