"Dan atas perintah raja, para pemimpin memberikan sebagian dari ternak mereka untuk korban bakaran bagi umat itu, bagi imam-imam dan orang-orang Lewi. Hizkia, raja Yehuda, memberikan seribu ekor lembu jantan dan tujuh ribu ekor domba. Para pemimpin juga memberikan seribu ekor lembu jantan dan sepuluh ribu ekor domba."
Ayat 2 Tawarikh 35:8 ini mengisahkan momen yang luar biasa dalam sejarah Kerajaan Yehuda, khususnya pada masa pemerintahan Raja Hizkia. Setelah pemulihan ibadah dan pembersihan Bait Allah yang telah lama terbengkalai, Hizkia menyadari pentingnya perayaan Paskah yang agung. Untuk memastikan perayaan ini dapat berlangsung dengan lancar dan penuh sukacita bagi seluruh umat, Hizkia menunjukkan sikap kepemimpinan yang tidak hanya bijaksana, tetapi juga sangat murah hati.
Kedermawanan Hizkia terlihat jelas dari jumlah persembahan yang ia berikan. "Seribu ekor lembu jantan dan tujuh ribu ekor domba" adalah jumlah yang sangat fantastis. Persembahan ini bukan sekadar materi, melainkan manifestasi dari komitmen mendalamnya kepada Tuhan dan kepada umat-Nya. Tindakannya ini menjadi teladan bagaimana seorang pemimpin seharusnya mengutamakan kebutuhan spiritual dan ibadah rakyatnya. Di samping Hizkia, para pemimpin lainnya juga turut berkontribusi dengan memberikan seribu ekor lembu jantan dan sepuluh ribu ekor domba, menunjukkan adanya partisipasi kolektif dalam upaya memuliakan Tuhan.
Peristiwa ini juga menekankan pentingnya persembahan bagi para imam dan orang Lewi. Mereka adalah pelayan Tuhan yang bertugas dalam ibadah di Bait Allah. Dengan menyediakan persembahan yang cukup, umat dan para pemimpin memastikan bahwa para imam dan orang Lewi dapat menjalankan tugas mereka tanpa kekurangan, sehingga ibadah dapat berjalan dengan khidmat dan lancar. Ini mengajarkan kita tentang pentingnya mendukung mereka yang melayani di ladang Tuhan.
Lebih dari sekadar tindakan amal, kedermawanan yang ditunjukkan oleh Hizkia dan para pemimpin ini mencerminkan hati yang bersukacita dan rindu untuk menyenangkan Tuhan. Ini adalah gambaran dari ibadah yang tulus, yang tidak hanya dilakukan dengan mulut, tetapi juga dengan tindakan nyata dan pengorbanan materi. Dalam konteks kekristenan, ayat ini dapat menjadi pengingat bagi kita untuk tidak pelit dalam memberikan apa yang kita miliki demi kemuliaan Tuhan dan kebaikan sesama.
Hizkia, dengan segala otoritas dan kekayaannya, memilih untuk menggunakannya demi kepentingan rohani bangsanya. Ini adalah sebuah pelajaran berharga tentang prioritas dalam hidup seorang pemimpin dan juga setiap individu. Ketika hati kita tertuju pada Tuhan, maka segala yang kita miliki akan diarahkan untuk memuliakan nama-Nya. Kedermawanan dalam melayani Tuhan dan sesama adalah salah satu ekspresi iman yang paling indah dan berdampak.