"Dan Hizkia memberi sumbangan kepada umat itu, yakni domba muda dan lembu jantan dua puluh ekor, serta merpati jantan dan betina tiga ratus ekor. Semuanya itu menjadi korban bakaran bagi seluruh umat itu."
Ayat 2 Tawarikh 35:9 mencatat sebuah peristiwa penting dalam sejarah bangsa Israel, yaitu perayaan Paskah yang dipimpin oleh Raja Hizkia. Perayaan ini bukan sekadar ritual biasa, melainkan sebuah momen kebangkitan rohani dan peneguhan iman yang disiapkan dengan sangat matang. Salah satu aspek yang menonjol dari persiapan ini adalah kemurahan hati dan kelimpahan persembahan yang diberikan.
Dalam ayat ini, disebutkan bahwa Raja Hizkia sendiri memberi sumbangan yang luar biasa: "domba muda dan lembu jantan dua puluh ekor, serta merpati jantan dan betina tiga ratus ekor." Angka-angka ini bukan sekadar kuantitas, melainkan simbol dari keseriusan dan prioritas yang diberikan Raja Hizkia terhadap ibadah kepada Tuhan. Persembahan ini bukan berasal dari satu atau dua orang, tetapi disediakan "bagi seluruh umat itu," menunjukkan bahwa perayaan Paskah ini dimaksudkan untuk menjadi milik bersama, sebuah pengalaman kolektif yang menyatukan seluruh umat di hadapan Tuhan.
Tujuan dari persembahan-persembahan ini, seperti yang dijelaskan dalam ayat tersebut, adalah sebagai "korban bakaran bagi seluruh umat itu." Korban bakaran memiliki makna yang mendalam dalam ibadah Perjanjian Lama. Ia merupakan tanda penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, pengakuan atas kebergantungan total, dan penebusan dosa. Dengan menyediakan begitu banyak hewan untuk korban bakaran, Hizkia menunjukkan komitmennya untuk memastikan bahwa seluruh umat dapat sepenuhnya berpartisipasi dalam pemulihan hubungan dengan Tuhan. Ini adalah gambaran tentang penebusan dan pengampunan yang ditawarkan secara cuma-cuma kepada siapa pun yang mau menerimanya.
Lebih dari itu, pemberian persembahan yang berlimpah oleh Hizkia mencerminkan semangat kemurahan hati yang seharusnya menjadi ciri khas umat Tuhan. Dalam konteks Paskah, yang memperingati pembebasan dari perbudakan di Mesir, persembahan ini juga bisa diartikan sebagai ekspresi rasa syukur atas kebebasan yang telah dianugerahkan. Kebebasan spiritual yang diperoleh melalui pengorbanan Kristus di kemudian hari mengingatkan kita pada pentingnya memberikan yang terbaik dari diri kita kepada Tuhan sebagai respons atas kasih karunia-Nya.
Peristiwa yang dicatat dalam 2 Tawarikh 35:9 ini menjadi teladan berharga bagi kita. Ia mengajarkan pentingnya persiapan yang serius dalam ibadah, semangat kemurahan hati, dan pengakuan bahwa segala sesuatu yang kita miliki berasal dari Tuhan. Saat kita merenungkan makna Paskah, marilah kita juga belajar untuk mempersembahkan diri kita sepenuhnya kepada Tuhan, dengan sukacita dan kelimpahan, sebagai ungkapan syukur atas pengorbanan-Nya yang mulia. Persembahan yang tulus, baik itu waktu, talenta, maupun harta benda, akan selalu berkenan di hadapan-Nya dan membawa berkat bagi kehidupan kita serta orang-orang di sekitar kita.