2 Tawarikh 36 1

"Kemudian rakyat negeri itu mengambil Yoahas, anak Yosia, dan menjadikannya raja di Yerusalem menggantikan ayahnya."

Ilustrasi simbolis tentang pergantian kekuasaan dan keruntuhan

Pergantian Raja yang Menandai Awal Keruntuhan

Ayat 2 Tawarikh 36:1 membuka lembaran sejarah yang kelam bagi Kerajaan Yehuda. Setelah masa pemerintahan Yosia yang relatif damai dan penuh pembaruan rohani, rakyat negeri memilih Yoahas, anak Yosia, untuk menggantikannya sebagai raja di Yerusalem. Pilihan ini bukan sekadar pergantian kepemimpinan, melainkan sebuah indikasi awal dari ketidakstabilan dan keputusan yang kurang bijaksana yang akan membawa Yehuda menuju kehancuran.

Yosia adalah raja yang saleh, ia membawa kembali umat Israel kepada penyembahan kepada Tuhan setelah bertahun-tahun terjerumus dalam penyembahan berhala. Pembaruan yang ia lakukan menyentuh aspek keagamaan dan politik kerajaan. Kematiannya yang mendadak di medan perang melawan Firaun Nekho dari Mesir meninggalkan kekosongan yang besar. Dalam kekacauan pasca-kematian Yosia, para pemimpin Yehuda tampaknya tidak mampu melihat gambaran besar atau membuat pilihan yang strategis bagi kelangsungan bangsa.

Yoahas, yang menggantikan ayahnya, ternyata adalah pilihan yang keliru. Kitab-kitab sejarah lainnya, seperti 2 Raja-raja 23:31-32, melukiskan potret yang lebih suram tentang masa pemerintahannya yang singkat dan penuh kebobrokan. Ia hanya memerintah selama tiga bulan sebelum Firaun Nekho menurunkannya dari takhta dan membuangnya ke Mesir. Ini menunjukkan bahwa Yoahas tidak memiliki kemampuan, dukungan yang kuat, atau mungkin karakter yang dibutuhkan untuk memimpin Yehuda di masa-masa yang sulit.

Pilihan rakyat ini, yang mungkin didorong oleh sentimen sesaat atau pengaruh faksi-faksi tertentu, mencerminkan degradasi moral dan politik yang telah mulai merayap kembali ke dalam masyarakat Yehuda. Padahal, di bawah Yosia, mereka baru saja mengalami pemulihan. Namun, ayat ini mengajarkan bahwa kemunduran dapat terjadi begitu cepat jika pemimpin yang dipilih tidak bijaksana dan jika fondasi rohani masyarakat tidak kokoh.

Peristiwa ini menjadi peringatan penting bagi setiap generasi: keberhasilan dan ketahanan sebuah bangsa tidak hanya bergantung pada sumber daya alam atau kekuatan militer, tetapi juga pada kebijaksanaan dan integritas para pemimpinnya, serta kesalehan moral rakyatnya. Pergantian raja yang tidak bijaksana ini adalah titik awal dari serangkaian peristiwa tragis yang akhirnya akan berujung pada pembuangan bangsa Yehuda ke Babel, seperti yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam pasal-pasal berikutnya dari Kitab Tawarikh.