"Apabila mereka berdosa kepada-Mu -- karena tiada manusia yang tidak berdosa -- dan Engkau menjadi murka kepada mereka, lalu Engkau menyerahkan mereka kepada musuh, sehingga mereka dibawa sebagai orang tawanan ke negeri musuh, baik yang jauh maupun yang dekat."
Simbol permohonan dan pengampunan
Ayat 2 Tawarikh 6:36 merupakan bagian dari doa yang panjang dan mendalam yang diucapkan oleh Raja Salomo saat peresmian Bait Allah. Dalam ayat ini, Salomo secara spesifik memohon kepada Tuhan mengenai umat-Nya apabila mereka berdosa kepada-Nya. Pengakuan yang jujur bahwa "tiada manusia yang tidak berdosa" menjadi dasar dari permohonan ini. Ini adalah sebuah realitas mendasar yang dihadapi oleh setiap individu dan komunitas: kecenderungan untuk jatuh ke dalam dosa.
Salomo memahami bahwa dosa memiliki konsekuensi. Salah satunya adalah kemurkaan Tuhan. Dalam perjanjian lama, kemurkaan Tuhan sering kali diungkapkan melalui penghukuman yang membawa kesukaran, seperti penyerahan umat kepada musuh dan penawanan. Ayat ini secara gamblang menggambarkan skenario terburuk yang dapat menimpa umat Israel ketika mereka menjauh dari Tuhan dan melakukan pelanggaran. Penawanan ke negeri musuh, baik yang jauh maupun yang dekat, melambangkan kehancuran, kehilangan kebebasan, dan penderitaan yang mendalam.
Namun, yang patut digarisbawahi dari ayat ini bukanlah hanya gambaran hukuman, melainkan juga konteks doa Salomo yang mengawalinya. Doa peresmian Bait Allah ini mencakup berbagai situasi di mana umat Tuhan membutuhkan pertolongan, termasuk ketika mereka berdosa. Ini menunjukkan bahwa Tuhan, meskipun adil dan menghukum dosa, juga adalah Tuhan yang penuh kasih dan pengampunan. Permohonan Salomo bukanlah untuk membebaskan umat dari konsekuensi dosa secara instan, tetapi untuk menyediakan jalan pemulihan dan pengampunan ketika umat menyesal dan kembali kepada-Nya.
Relevansi ayat ini tidak hanya terbatas pada konteks sejarah Israel kuno. Bagi kita di masa kini, pengakuan bahwa "tiada manusia yang tidak berdosa" tetaplah sangat penting. Kita semua memiliki kesalahan dan kekhilafan. Ketika kita menyadari dosa kita dan merasakan dampak negatifnya dalam hidup kita, atau bahkan mendatangkan konsekuensi yang lebih luas, kita diingatkan akan pentingnya mendekat kepada Tuhan.
Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak putus asa dalam menghadapi kegagalan dan dosa. Sebaliknya, ia mendorong kita untuk melakukan introspeksi, mengakui kesalahan kita di hadapan Tuhan, dan memohon pengampunan-Nya. Doa Salomo juga mengindikasikan bahwa Tuhan siap mendengarkan dan memulihkan mereka yang bertobat. Kisah-kisah dalam Alkitab, termasuk yang terjadi setelah ayat ini, menunjukkan bahwa Tuhan sering kali memberikan kesempatan kedua kepada umat-Nya.
Dalam menghadapi kesulitan hidup, termasuk yang mungkin terasa seperti hukuman atas kesalahan kita, kita dipanggil untuk meneladani Salomo. Mengakui keterbatasan kita sebagai manusia berdosa, memohon belas kasihan Tuhan, dan percaya bahwa Dia adalah Tuhan yang penuh pengampunan adalah langkah awal menuju pemulihan. Keindahan ayat ini terletak pada keseimbangan antara pengakuan akan dosa dan ketidaksempurnaan manusia dengan keyakinan akan kemurahan dan kesetiaan Tuhan.