2 Tawarikh 7 17: Fondasi Iman yang Kokoh

"Dan jika engkau berjalan di hadapan-Ku, seperti keterjalan ayahmu Daud, dengan tulus hati dan dengan adil, dengan berbuat seperti yang telah Kuperintahkan kepadamu, dan jika engkau memelihara ketetapan-ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku, maka Aku akan meneguhkan takhta kerajaanmu atas Israel untuk selama-lamanya, seperti yang telah Ku janjikan kepada ayahmu Daud, dengan berkata: Keturunanmu takkan terputus dari atas takhta Israel."

Ayat 2 Tawarikh 7:17 membawa kita pada sebuah janji ilahi yang mengikat, sebuah wahyu mengenai keberlangsungan kekuasaan dan berkat yang ditujukan kepada keturunan Daud. Namun, janji ini bukanlah pemberian tanpa syarat. Ada sebuah prasyarat yang sangat penting, sebuah landasan moral dan spiritual yang harus ditegakkan: yaitu "berjalan di hadapan Allah" dengan tulus hati dan adil, serta memelihara segala ketetapan dan peraturan-Nya. Ayat ini menjadi pengingat abadi bahwa kemuliaan dan keberlangsungan sebuah takhta, baik dalam skala pribadi maupun kolektif, bergantung pada kesetiaan pada prinsip-prinsip ilahi.

Iman Berkat
Simbol fondasi yang kokoh dan cahaya harapan yang bersumber dari iman yang teguh.

Kisah ini terjalin dalam konteks pembangunan Bait Suci oleh Salomo, setelah Allah menampakkan diri kepadanya dan memberikan banyak berkat. Janji kepada Daud yang diteruskan kepada Salomo dalam 2 Tawarikh 7:17 adalah penegasan bahwa kesetiaan spiritual adalah kunci kelangsungan takhta kerajaan. Ini bukan sekadar perintah politik, melainkan tuntutan moral dan teologis. "Berjalan di hadapan Allah" berarti hidup dalam kesadaran akan kehadiran-Nya, mengakui otoritas-Nya, dan mengarahkan seluruh hidup sesuai dengan kehendak-Nya. "Tulus hati" menekankan kejujuran dan integritas dalam setiap tindakan, tanpa kemunafikan. Sementara "adil" menyoroti pentingnya kebenaran, keadilan, dan perlakuan yang layak bagi sesama, terutama mereka yang lemah dan terpinggirkan.

Ketaatan pada ketetapan dan peraturan Allah bukanlah beban, melainkan panduan menuju kehidupan yang diberkati. Bagi Daud dan Salomo, ini berarti memimpin umat Israel sesuai dengan hukum Taurat, menjaga kemurnian ibadah, dan memastikan bahwa keadilan meraja di seluruh negeri. Kegagalan untuk memelihara aspek-aspek ini, seperti yang kemudian dialami oleh keturunan Daud lainnya, seringkali berujung pada kehilangan berkat dan kehancuran takhta. Hal ini menunjukkan bahwa janji Allah bersifat kondisional, bergantung pada respons manusia terhadap firman-Nya.

Dalam konteks kekinian, pesan dari 2 Tawarikh 7:17 tetap relevan. Bagi individu, keluarga, bahkan bangsa, fondasi keberlangsungan dan kesejahteraan tidak hanya terletak pada kekuatan duniawi, kekayaan, atau strategi politik semata. Lebih dari itu, ia tertanam kuat dalam nilai-nilai moral dan spiritual. Hidup dengan tulus hati, bertindak adil, dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran adalah "ketetapan" dan "peraturan" yang membawa stabilitas dan berkat jangka panjang. Ayat ini mengajarkan bahwa keberadaan yang kokoh dibangun di atas fondasi iman yang teguh, yang tercermin dalam setiap aspek kehidupan. Dengan demikian, kita dapat membangun hidup yang diberkati, yang berakar pada prinsip-prinsip ilahi, dan menantikan keberlangsungan yang dijanjikan oleh Sang Pemberi Kehidupan.