Kitab Amsal, sebuah koleksi hikmat kuno, seringkali menawarkan peringatan yang tajam namun perlu mengenai berbagai aspek kehidupan. Salah satu amaran yang paling tegas datang dari Amsal 6:15, yang berbunyi, "Oleh sebab itu murka TUHAN naik kepada orang itu, dan Ia menjadi murka dan tidak mau menolongnya." Ayat ini secara spesifik merujuk pada konsekuensi dari sifat malas atau kecenderungan untuk berlaku keji, yang dalam konteks kitab ini sering dihubungkan dengan dosa-dosa seperti sumpah palsu, kebohongan, atau penipuan.
Meskipun sekilas ayat ini mungkin terdengar keras, ia menyoroti keseriusan ketidakpedulian dan kelalaian terhadap tanggung jawab yang diberikan oleh Tuhan. Kemalasan dalam pandangan alkitabiah bukan sekadar masalah tidak berbuat apa-apa, melainkan bisa berarti penolakan terhadap karunia waktu, tenaga, dan talenta yang dipercayakan kepada kita. Ketika seseorang terus-menerus memilih untuk tidak bertindak, menunda pekerjaan, atau mengabaikan kewajiban, ia menunjukkan ketidakmauan untuk memelihara dan mengembangkan apa yang telah diberikan.
Ayat ini menggambarkan murka Tuhan sebagai respons terhadap perbuatan keji yang berulang, yang salah satunya adalah kemalasan yang dibiarkan merajalela. Murka Tuhan di sini bukanlah luapan emosi sesaat, melainkan ekspresi ketidaksetujuan ilahi terhadap pelanggaran hukum moral dan prinsip-prinsip kebaikan. Ini adalah peringatan bahwa Tuhan, Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta, menghendaki keteraturan, kerja keras, dan integritas.
Bagian kedua dari ayat ini, "dan Ia menjadi murka dan tidak mau menolongnya," menunjukkan konsekuensi yang paling mengerikan. Ketika seseorang secara sengaja dan berulang kali menolak untuk melakukan apa yang benar dan bertindak semata-mata karena kemalasan atau kejahatan hati, ia membuat dirinya berada di luar jangkauan pertolongan Tuhan. Ini bukan berarti Tuhan tidak lagi peduli, melainkan bahwa perbuatan orang tersebut telah menciptakan sebuah jurang pemisah yang menghalangi anugerah-Nya untuk bekerja secara efektif.
Dalam kehidupan sehari-hari, ini bisa berarti menghadapi kesulitan tanpa dukungan yang seharusnya bisa diperoleh, mengalami kegagalan yang sebenarnya bisa dihindari, atau kehilangan kesempatan emas karena tidak mau berusaha. Kemalasan seringkali menjebak seseorang dalam siklus negatif, di mana kurangnya tindakan menyebabkan masalah yang semakin besar, yang kemudian semakin memperkecil motivasi untuk bertindak.
Amsal 6:15 adalah panggilan untuk bangkit dari ketidakpedulian. Ini adalah ajakan untuk menyadari nilai setiap momen dan setiap tanggung jawab. Alih-alih membiarkan kemalasan menguasai, kita didorong untuk mencontoh semut yang giat bekerja (seperti yang sering disebut dalam Amsal), yang mempersiapkan masa depan tanpa perlu diperintah. Kehidupan yang penuh semangat, kerja keras yang tulus, dan integritas dalam setiap tindakan adalah cara untuk menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan dan membuka diri terhadap berkat serta pertolongan-Nya.
Peringatan ini menekankan bahwa meskipun Tuhan itu penuh kasih dan pengampunan, Dia juga adil. Ada konsekuensi bagi pilihan-pilihan kita. Dengan memahami ancaman kemalasan yang diutarakan dalam Amsal 6:15, kita dapat lebih termotivasi untuk menjalani kehidupan yang produktif, bertanggung jawab, dan menghormati prinsip-prinsip ilahi. Ini adalah investasi jangka panjang untuk kebahagiaan dan kesejahteraan kita, baik di dunia ini maupun dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta.