"Pada waktu Ia belum menciptakan bumi dan tanah terbuka, dan belum pada permulaan dunia."
Ayat Amsal 8:26 membawa kita pada pemahaman yang mendalam tentang esensi hikmat, menempatkannya sebagai entitas yang telah ada sejak sebelum segala sesuatu di alam semesta diciptakan. Frasa "Pada waktu Ia belum menciptakan bumi dan tanah terbuka, dan belum pada permulaan dunia" secara tegas menyatakan bahwa hikmat bukanlah sesuatu yang muncul setelah penciptaan, melainkan sesuatu yang mendahuluinya. Ini adalah konsep yang revolusioner dan fundamental dalam teologi dan filsafat.
Jika kita merenungkan makna ini, hikmat tidak hanya sekadar pengetahuan atau kecerdasan manusiawi. Ia adalah prinsip ilahi, fondasi dari segala tatanan, dan rancangan yang mendasari keberadaan alam semesta. Bayangkan seorang arsitek yang sebelum membangun sebuah gedung, ia telah memiliki rancangan yang matang di benaknya, lengkap dengan detail dan struktur. Hikmat dalam konteks ilahi jauh melampaui itu; ia adalah cetak biru keberadaan itu sendiri.
Keberadaan hikmat sebelum penciptaan menunjukkan bahwa ia adalah mitra dalam pekerjaan ilahi. Ayat-ayat lain dalam Kitab Amsal, khususnya pasal 8, menggambarkan Hikmat sebagai sosok yang berseru dan menawarkan diri. Ini menyiratkan bahwa hikmat bukanlah entitas yang pasif atau tersembunyi, melainkan aktif dan tersedia bagi mereka yang mencarinya. Ketika Tuhan merancang dunia, Ia melakukannya dengan hikmat. Setiap hukum fisika, setiap keseimbangan ekosistem, setiap pola dalam alam semesta adalah bukti nyata dari hikmat yang sempurna.
Untuk kita, pemahaman ini memiliki implikasi yang sangat penting. Jika hikmat ilahi telah ada sejak awal dan merupakan bagian integral dari penciptaan, maka mencarinya berarti mendekatkan diri pada sumber segala kebenaran dan keteraturan. Ini bukan hanya tentang memperoleh informasi, tetapi tentang memahami cara kerja alam semesta dan maksud ilahi di baliknya. Hidup yang dipandu oleh hikmat ini akan senantiasa mencari keselarasan dengan tatanan ilahi, mengarahkan langkah pada kebijaksanaan yang sejati, dan menemukan kedamaian dalam rancangan-Nya.
Oleh karena itu, Amsal 8:26 bukan sekadar ayat sejarah penciptaan. Ia adalah undangan untuk mengenali sumber tertinggi dari segala sesuatu yang baik dan tertata. Ia mendorong kita untuk membedakan antara kebijaksanaan duniawi yang seringkali sementara dan terbatas, dengan hikmat ilahi yang abadi dan mendasar. Dengan merenungkan ayat ini, kita diingatkan bahwa di balik setiap fenomena, di setiap detail alam semesta, terdapat rancangan cerdas yang berasal dari sumber yang tak terbatas, yaitu Hikmat itu sendiri. Memilih untuk hidup selaras dengan hikmat ini adalah memilih jalan terang dan kebenaran yang akan menuntun kita menuju kehidupan yang penuh makna dan tujuan.