Lukas 14:29 mengajarkan kita sebuah prinsip universal yang sangat penting: pentingnya perencanaan dan perhitungan sebelum memulai sebuah pekerjaan atau proyek besar. Perumpamaan tentang mendirikan menara ini bukan sekadar cerita, melainkan sebuah pengingat tajam dari Yesus Kristus mengenai hikmah yang perlu kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita, baik yang bersifat rohani maupun duniawi.
Dalam konteks Injil Lukas, Yesus sedang berbicara kepada orang banyak yang mengikuti-Nya, mengajarkan tentang harga dari menjadi seorang murid. Mendirikan menara, dalam budaya kuno, adalah sebuah usaha yang membutuhkan sumber daya, waktu, dan tenaga yang signifikan. Ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan dengan sembarangan. Kegagalan dalam menyelesaikan pembangunan menara karena kurang perhitungan akan menimbulkan rasa malu dan cibiran dari orang-orang di sekitarnya. Tentu saja, tidak ada orang yang ingin memulai sesuatu hanya untuk berakhir dengan kegagalan yang memalukan.
Prinsip ini sangat relevan dalam kehidupan modern kita. Ketika kita merencanakan sebuah karir baru, memulai sebuah bisnis, membangun rumah tangga, atau bahkan menetapkan tujuan pribadi, perhitungan dan perencanaan yang matang adalah fondasi yang krusial. Mengabaikan langkah ini sama saja dengan membangun rumah di atas pasir. Ketika badai datang, seluruh bangunan akan runtuh. Yesus mendorong kita untuk menjadi pribadi yang bijaksana, yang mampu melihat jauh ke depan, mengevaluasi kemampuan, sumber daya, dan potensi tantangan sebelum melangkah lebih jauh.
Perhitungan yang dimaksud di sini bukan hanya soal finansial, meskipun itu adalah aspek yang paling jelas. Ini juga mencakup perhitungan mental, spiritual, dan emosional. Apakah kita memiliki ketahanan yang cukup untuk menghadapi kesulitan? Apakah kita siap untuk mengorbankan kenyamanan demi mencapai tujuan? Apakah kita memiliki dukungan yang diperlukan, baik dari segi pribadi maupun dukungan sumber daya lainnya? Semua ini perlu dipertimbangkan dengan cermat.
Ketika kita duduk dan menghitung, kita sedang berlatih disiplin diri. Kita sedang belajar untuk tidak bertindak impulsif, melainkan bertindak dengan hikmat. Ini juga merupakan bentuk kerendahan hati. Mengakui bahwa ada batasan pada diri kita dan sumber daya yang kita miliki mendorong kita untuk mencari solusi, berdoa memohon hikmat dari Tuhan, atau bahkan mencari bantuan dari orang lain. Ini adalah cara agar kita tidak jatuh dalam kesombongan yang seringkali menjadi awal dari kehancuran.
Dalam perjalanan iman, perumpamaan ini memiliki kedalaman makna yang lebih. Menjadi pengikut Kristus adalah sebuah komitmen besar yang membutuhkan seluruh hidup kita. Yesus sendiri mengatakan, "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu." (Matius 7:24). Sama seperti membangun menara, menjadi murid Kristus membutuhkan perhitungan. Kita perlu menghitung biaya penyerahan diri, pengorbanan, dan kesetiaan. Kita perlu memastikan bahwa kita memiliki "uangnya" – yaitu, kekuatan iman, kasih, dan kehendak untuk menyelesaikan pekerjaan yang Tuhan panggil kita lakukan.
Oleh karena itu, mari kita renungkan Lukas 14:29 ini dalam kehidupan kita. Apakah kita sedang dalam proses merencanakan sesuatu yang besar? Pastikan Anda telah duduk dan menghitung dengan cermat. Biarlah hikmat dari ayat ini membimbing setiap langkah kita, sehingga kita tidak hanya memulai banyak hal, tetapi juga menyelesaikannya dengan baik, demi kemuliaan Tuhan dan kebaikan diri kita sendiri.