Ayub 10:18 adalah sebuah ungkapan yang penuh keputusasaan dan kebingungan. Dalam penderitaan yang tak terbayangkan, Ayub mempertanyakan keberadaannya sendiri. Ia merasa bahwa hidup ini tidak lebih baik daripada tidak pernah ada sama sekali. Frasa "Mengapakah Engkau mengeluarkan aku dari kandungan?" menunjukkan betapa dalam rasa sakitnya, hingga ia meragukan kebaikan dari momen kelahirannya. Ia membandingkan hidupnya yang penuh kesengsaraan dengan kondisi sebelum lahir, di mana ia tidak merasakan sakit, tidak berjuang, dan tidak ada yang melihat penderitaannya.
Dalam keterpurukannya, Ayub merasa seolah-olah ia hanyalah sebuah "sesuatu" yang dikeluarkan tanpa tujuan, hanya untuk kemudian merasakan kehancuran. Perasaan ini sangat manusiawi ketika seseorang dihadapkan pada cobaan yang luar biasa. Pertanyaan Ayub bukan hanya tentang penderitaan fisik atau kehilangan harta benda, tetapi juga tentang makna hidup itu sendiri. Ia berteriak kepada Tuhan, mempertanyakan alasan di balik penciptaan dirinya jika akhirnya hanya untuk mengalami kesakitan yang mendalam. Ini adalah momen refleksi yang sangat pribadi, di mana manusia meragukan rencana ilahi di tengah badai kehidupan.
Bagi Ayub, "binasa" di dalam kandungan tampaknya adalah sebuah kondisi yang lebih baik daripada hidup dalam penderitaan yang ia alami. Ia berandai-andai bahwa jika ia tidak pernah dilahirkan, maka tidak ada mata yang akan melihat kesengsaraannya, dan ia tidak akan pernah merasakan beban hidup yang begitu berat. Ini adalah gambaran ekstrem dari rasa putus asa yang bisa melanda seseorang ketika menghadapi kenyataan yang sangat menyakitkan. Namun, di balik ungkapan keputusasaan ini, terselip sebuah pengakuan implisit bahwa ia pernah berada dalam keadaan yang berbeda, yaitu di dalam kandungan yang aman dan terlindungi.
Ayub 10:18 mengingatkan kita bahwa penderitaan dapat membawa seseorang ke titik kritis dalam imannya dan pandangannya terhadap kehidupan. Saat menghadapi badai, pertanyaan-pertanyaan eksistensial tentang makna dan tujuan hidup seringkali muncul. Namun, meskipun Ayub mengungkapkan rasa sakitnya yang mendalam, kisah keseluruhannya menunjukkan bahwa bahkan dalam momen tergelap sekalipun, harapan dan pemulihan dapat ditemukan. Referensi ini bukan hanya tentang ratapan Ayub, tetapi juga tentang perjalanan panjangnya menuju pemahaman yang lebih dalam tentang Tuhan dan rencana-Nya, bahkan ketika alasan-alasannya tidak sepenuhnya jelas. Ini adalah bagian dari narasi tentang ketahanan jiwa manusia dan pencarian makna di tengah kesulitan.