Pengkhotbah 10 14

Pada waktu kebinasaan orang banyak itu datang, ia akan berbicara sembarangan; tetapi seorang berhikmat akan mendatangkan pertolongan.

Kata Bijak

Ayat Pengkhotbah 10:14 memberikan sebuah pengamatan yang mendalam tentang hikmat dalam berbicara, terutama di tengah situasi yang sulit atau kacau. Ayat ini membedakan antara orang yang berbicara "sembarangan" saat kebinasaan mendekat, dan seorang yang "berhikmat" yang justru mampu mendatangkan pertolongan. Perbedaan ini bukan sekadar pada pemilihan kata, melainkan pada kedalaman pemahaman, integritas karakter, dan tujuan di balik setiap ucapan.

Ketika "kebinasaan" tiba, situasi sering kali penuh dengan kepanikan, ketakutan, dan ketidakpastian. Dalam kondisi seperti itu, mudah bagi seseorang untuk terbawa arus emosi dan melontarkan kata-kata yang tidak dipikirkan. Ucapan sembarangan bisa berarti kritik tanpa solusi, keluhan yang memperburuk keadaan, fitnah yang memecah belah, atau bahkan pernyataan keputusasaan yang menular. Orang yang berbicara sembarangan di saat krisis sering kali hanya memproyeksikan kekacauan batinnya sendiri ke luar, tanpa menyadari dampak negatif yang ditimbulkannya bagi orang lain. Mereka mungkin merasa lega sesaat karena telah mengeluarkan unek-unek, namun pada akhirnya hanya menambah beban di tengah situasi yang sudah berat.

Di sisi lain, seorang yang berhikmat menghadapi situasi yang sama dengan cara yang sangat berbeda. Hikmat, dalam konteks ini, bukanlah sekadar kepintaran atau pengetahuan teknis, melainkan kemampuan untuk melihat gambaran besar, memahami akar permasalahan, dan bertindak dengan bijaksana. Seorang yang berhikmat di saat kebinasaan tidak akan terburu-buru mengeluarkan kata-kata. Ia akan meluangkan waktu untuk berpikir, mendengarkan, dan menganalisis. Ucapan-ucapannya akan lahir dari hati yang tenang, pikiran yang jernih, dan tujuan yang mulia: yaitu mendatangkan pertolongan.

"Mendatangkan pertolongan" bisa bervariasi bentuknya. Bisa jadi dengan memberikan arahan yang jelas di tengah kebingungan, menenangkan kepanikan dengan kata-kata penghiburan yang membangun, menawarkan solusi praktis, atau sekadar menjadi suara akal sehat yang menuntun orang lain kembali ke jalur yang benar. Ucapan orang berhikmat sering kali bersifat konstruktif, solutif, dan membangkitkan harapan. Ia menggunakan kata-katanya sebagai alat untuk memperbaiki, bukan merusak; untuk menyembuhkan, bukan melukai; untuk membangun, bukan menghancurkan.

Implikasi dari ayat ini sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah diskusi yang memanas, berita yang mengkhawatirkan, atau bahkan masalah pribadi yang mendesak, kita dipanggil untuk mengendalikan lidah kita. Daripada cepat bereaksi dengan kata-kata yang mungkin akan disesali, marilah kita belajar meniru hikmat yang digambarkan dalam Pengkhotbah 10:14. Berbicaralah dengan penuh pertimbangan, dengan tujuan untuk memberi manfaat, dan jadilah agen kedamaian serta solusi, bukan sumber kekacauan. Dengan demikian, ucapan kita tidak hanya merefleksikan kedewasaan rohani, tetapi juga mampu menjadi berkat bagi orang lain di saat mereka paling membutuhkan.