Ayub 21:14 - Perkataan Orang Fasik

"Mereka berkata kepada Allah: 'Jauhilah kami! Kami tidak ingin mengetahui jalan-jalan-Mu.'"

Menolak Petunjuk

Ilustrasi visualisasi penolakan terhadap petunjuk ilahi.

Memahami Penolakan Terhadap Allah

Ayat Ayub 21:14 menyajikan sebuah pernyataan yang sangat kuat dan menyedihkan. Di sini, orang-orang yang dianggap fasik secara terang-terangan mengungkapkan ketidakpedulian mereka terhadap Allah dan jalan-jalan-Nya. Kalimat "Jauhilah kami! Kami tidak ingin mengetahui jalan-jalan-Mu" bukan sekadar ungkapan ketidaksukaan, melainkan sebuah penolakan aktif dan disengaja terhadap kehadiran dan tuntunan Ilahi. Mereka tidak hanya tidak peduli, tetapi secara aktif meminta agar Allah menjauh dari kehidupan mereka, seolah-olah kehadiran-Nya adalah sebuah beban atau gangguan.

Dalam konteks Kitab Ayub, perkataan ini diucapkan oleh teman-teman Ayub yang berusaha menjelaskan penderitaan Ayub. Mereka berargumen bahwa kesulitan yang dialami Ayub pasti disebabkan oleh dosa-dosanya, dan jika ia bertobat, Allah akan kembali kepadanya. Namun, perkataan ini menunjukkan pandangan dunia yang sangat berbeda dari pandangan Ayub yang setia. Bagi mereka, Allah adalah sosok yang harus dijauhi jika kehidupan duniawi terasa lebih nyaman dan bebas dari tuntutan moral yang ketat.

Implikasi Jalan Fasik

Penolakan terhadap jalan-jalan Allah seringkali berakar pada kesombongan dan kepuasan diri. Orang-orang yang memilih jalan fasik merasa mampu mengatur hidup mereka sendiri, tanpa perlu akuntabilitas kepada Sang Pencipta. Mereka mungkin menikmati hasil dari tindakan mereka, menikmati kekayaan atau kekuasaan yang diperoleh melalui cara-cara yang tidak berkenan, dan tidak melihat perlunya perubahan atau pertobatan. Kehidupan yang dijalani tanpa mengingat Allah dapat terasa lebih mudah dalam jangka pendek, terbebas dari batasan-batasan moral dan tuntutan untuk hidup benar.

Namun, ayat ini juga menyiratkan bahwa ada konsekuensi yang lebih dalam dari sekadar menghindari ajaran agama. Menolak jalan-jalan Allah berarti menolak sumber kebenaran, keadilan, dan hikmat sejati. Ini adalah pilihan untuk hidup dalam kegelapan spiritual, yang pada akhirnya akan membawa pada kehancuran. Perkataan seperti ini menunjukkan kerenggangan hubungan antara manusia dan Sang Pencipta, sebuah jurang pemisah yang semakin lebar ketika seseorang memilih untuk mengabaikan panggilan Ilahi.

Refleksi Pribadi

Meskipun ayat ini berbicara tentang orang fasik, ia juga berfungsi sebagai pengingat penting bagi setiap individu. Seberapa sering kita secara tidak sadar mengucapkan "Jauhilah kami" kepada Allah? Mungkin bukan dengan kata-kata yang sama persis, tetapi melalui tindakan kita. Ketika kita memilih untuk mengabaikan suara hati nurani, ketika kita membenarkan kesalahan kita, ketika kita lebih mengutamakan keinginan duniawi daripada kehendak-Nya, kita sebenarnya sedang membuat jarak antara diri kita dengan Allah.

Ayub 21:14 mengajak kita untuk merefleksikan sikap kita terhadap tuntunan ilahi. Apakah kita menyambut kehadiran-Nya dan berusaha memahami jalan-jalan-Nya, atau kita justru merasa terbebani dan berharap Ia menjauh? Pilihan yang kita buat akan membentuk arah kehidupan kita dan, pada akhirnya, penentuan nasib kita. Memilih untuk mendekat kepada Allah berarti membuka diri pada kebenaran, pada pemulihan, dan pada kehidupan yang sesungguhnya, bukan sekadar keberadaan tanpa tujuan.