"Aku menjadi bapa bagi orang miskin, dan masalah orang yang tidak kukenal, kuselidiki."
Ayub, dalam kesusahannya yang luar biasa, merenungkan kembali masa-masa kejayaannya dan bagaimana ia menjalani hidupnya sebelum badai penderitaan menerpanya. Ayat 29:16 dari Kitab Ayub ini menjadi sebuah kesaksian yang kuat tentang integritas dan komitmennya terhadap keadilan dan belas kasih. Dalam perkataan ini, Ayub menggambarkan perannya sebagai pelindung bagi mereka yang lemah dan rentan, serta dedikasinya untuk mencari kebenaran demi siapa pun yang membutuhkan.
Ketika Ayub berkata, "Aku menjadi bapa bagi orang miskin," ia tidak sekadar menggunakan metafora. Ia mengartikan dirinya sebagai figur otoritas yang penuh kasih, pelindung, dan penyedia bagi mereka yang tidak memiliki siapa pun untuk bersandar. Ini mencerminkan pemahaman mendalam tentang tanggung jawab sosial dan moral yang ia emban. Ia melihat kebutuhan di sekitarnya, terutama di kalangan orang miskin, dan secara proaktif memberikan bantuan, dukungan, dan advokasi. Ini adalah gambaran dari kepemimpinan yang berhati nurani, di mana kekayaan dan kekuasaan digunakan bukan untuk keuntungan pribadi semata, tetapi untuk mengangkat martabat sesama.
Lebih jauh lagi, Ayub menambahkan, "dan masalah orang yang tidak kukenal, kuselidiki." Bagian ini menyoroti sifat keadilan Ayub yang tak pandang bulu. Ia tidak hanya peduli pada orang-orang yang dekat dengannya atau yang sudah ia kenal. Sebaliknya, ia memiliki rasa ingin tahu yang mendalam dan rasa tanggung jawab untuk memahami serta menyelesaikan persoalan orang asing sekalipun. Hal ini menunjukkan bahwa keadilannya didasarkan pada prinsip universal, bukan pada hubungan personal. Ia bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk menggali akar permasalahan, mendengar dari berbagai pihak, dan berupaya keras untuk menegakkan kebenaran, bahkan ketika itu tidak menguntungkannya atau bahkan menimbulkan kesulitan.
Pernyataan Ayub ini memberikan pelajaran berharga bagi kita. Di tengah kompleksitas kehidupan modern, seringkali kita cenderung menutup diri dari penderitaan orang lain, terutama mereka yang tidak memiliki kaitan langsung dengan kita. Namun, teladan Ayub mengingatkan kita akan pentingnya memperluas cakrawala kepedulian kita. Menjadi "bapa" bagi orang miskin berarti membuka mata terhadap kesenjangan sosial, memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan, dan menggunakan sumber daya yang kita miliki untuk membantu meringankan beban mereka. Ini bisa berarti menyumbang, menjadi sukarelawan, atau sekadar menawarkan telinga yang mau mendengar dan hati yang berempati.
Sifat Ayub yang "menyelidiki masalah orang yang tidak kukenal" mengajarkan kita tentang pentingnya keadilan yang aktif dan investigatif. Ini berarti tidak hanya bereaksi terhadap masalah yang terlihat, tetapi juga secara proaktif mencari tahu kebenaran, memahami latar belakang suatu masalah, dan berjuang untuk penyelesaian yang adil. Dalam banyak kasus, ketidakadilan terselubung atau disalahpahami karena kurangnya penyelidikan yang mendalam. Ayub mendorong kita untuk menjadi agen keadilan yang teliti dan berintegritas, yang tidak puas dengan permukaan, tetapi berusaha mencapai keadilan yang sejati.
Meskipun Ayub sedang menderita, ia tidak kehilangan esensi kemanusiaannya dan prinsip-prinsip moral yang ia pegang teguh. Refleksinya ini menunjukkan bahwa bahkan di saat tergelap sekalipun, kita dapat menemukan kekuatan untuk mengingat dan menegaskan kembali nilai-nilai luhur. Ayub 29:16 adalah pengingat bahwa keadilan dan kasih bukan hanya konsep abstrak, tetapi tindakan nyata yang dapat mengubah kehidupan orang lain. Ini adalah panggilan untuk kita semua agar senantiasa berusaha menjadi pribadi yang peduli, adil, dan berintegritas dalam segala aspek kehidupan kita.