"Sebab kehancuran yang dari Allah mendatangkan ketakutan kepadaku, dan karena kebesaran-Nya aku tidak dapat menanggungnya."
Ayub, dalam pergumulannya yang mendalam dengan penderitaan dan tuduhan teman-temannya, sering kali merenungkan sifat keadilan ilahi. Ayat 31:23 dari Kitab Ayub mengungkapkan sebuah aspek penting dari hubungan manusia dengan Tuhan: ketakutan yang timbul dari kesadaran akan keagungan dan kekuasaan-Nya yang tak tertandingi. Kata-kata ini bukan sekadar ungkapan kelemahan, melainkan pengakuan terhadap kesucian dan otoritas mutlak Tuhan yang mendatangkan rasa hormat sekaligus gentar. Dalam konteks perdebatan Ayub, ia sedang membela kemurnian integritasnya. Ia menyatakan bahwa jika ia pernah melakukan kejahatan atau ketidakadilan, ia layak menerima murka ilahi. Kehancuran yang diakibatkannya bukan karena ia menginginkannya, melainkan karena ia takut akan konsekuensi dari pelanggaran terhadap hukum Tuhan. Ketakutan ini lahir dari pemahaman yang mendalam tentang betapa seriusnya Tuhan memandang keadilan dan kebenaran. Kebesaran-Nya, yang berarti kekuasaan, kemuliaan, dan kesucian-Nya, membuatnya tidak sanggup menanggungnya jika ia sendiri tidak berada dalam keadaan benar di hadapan-Nya. Ayub 31:23 menunjukkan bahwa kesadaran akan kebesaran Tuhan secara inheren memunculkan rasa takut akan penghakiman-Nya. Ini adalah ketakutan yang sehat, yang berbeda dengan ketakutan budak yang hanya takut hukuman. Ini adalah ketakutan yang lahir dari kekaguman dan pengakuan akan standar moral Tuhan yang sempurna. Di era modern, di mana konsep keadilan dan moralitas sering kali bersifat relatif, pengingat akan keadilan ilahi yang mutlak ini sangat berharga. Pengalaman Ayub mengajarkan kita bahwa integritas bukanlah pilihan yang bisa diabaikan. Memiliki kesadaran akan kebesaran Tuhan berarti kita harus senantiasa berusaha hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Keadilan ilahi bukanlah ancaman semata, melainkan sebuah fondasi yang kokoh bagi tatanan moral alam semesta. Ketika kita memahami betapa agung dan adilnya Tuhan, kita akan lebih termotivasi untuk menjaga hati dan perbuatan kita agar selaras dengan kebenaran-Nya. Ketakutan yang disebutkan Ayub adalah penangkal terhadap kesombongan dan kesewenang-wenangan. Ini mendorong kita untuk merendahkan diri di hadapan Pencipta dan mencari pengampunan serta bimbingan-Nya. Lebih jauh lagi, ayat ini mengundang kita untuk merefleksikan sikap kita terhadap konsep keadilan. Apakah kita hanya peduli pada keadilan saat itu menguntungkan kita, ataukah kita menghargai keadilan sebagai prinsip ilahi yang universal? Kesadaran akan kehancuran yang dari Allah mengingatkan kita bahwa ada konsekuensi ilahi bagi tindakan kita, baik yang tersembunyi maupun yang terlihat. Oleh karena itu, marilah kita mendekati Tuhan dengan kerendahan hati, mengakui kebesaran-Nya, dan berusaha hidup dalam kebenaran yang memuliakan nama-Nya.