Bilangan 19 dan 20: Refleksi dan Pertumbuhan

"Demikianlah kamu akan membersihkan mereka dengan air pembersih, dan kemudian kamu akan membawanya kepada TUHAN." (Bilangan 19:9, terjemahan bebas)
19 & 20

Alt text: Simbol visual yang menggabungkan angka 19 dan 20 dalam desain gradasi warna sejuk dengan bentuk geometris yang menarik.

Makna Pembersihan dan Kekudusan

Kitab Bilangan, pasal 19, membawa kita pada sebuah ritual pembersihan yang unik dan mendalam: ritual abu lembu betina merah. Ayat-ayat ini, meskipun terdengar asing bagi telinga modern, mengandung makna simbolis yang kuat tentang dosa, najis, dan pemulihan kekudusan. TUHAN memerintahkan Musa untuk menyiapkan lembu betina merah yang sempurna, tanpa cacat, yang belum pernah merasakan beban kuk. Darahnya dipercikkan ke arah Kemah Pertemuan, dan tubuhnya dibakar bersama kayu aras, hisop, dan kain ungu. Abu dari pembakaran ini kemudian dicampur dengan air hidup untuk menjadi "air pembersih" atau "air penyucian".

Air pembersih ini adalah sarana bagi umat Israel untuk disucikan dari berbagai macam najis, terutama yang disebabkan oleh kontak dengan orang mati. Kontak dengan kematian dianggap sebagai najis berat yang memisahkan seseorang dari hadirat TUHAN dan komunitas. Dengan menggunakan air pembersih ini, seseorang yang tidak sengaja menyentuh mayat, berada di dalam khemah tempat orang mati terbaring, atau bahkan hanya menyentuh tulang belulang, dapat kembali menjadi tahir dan dapat beribadah kepada TUHAN.

Makna mendalam dari ritual ini adalah bahwa penebusan dan pembersihan dari dosa memerlukan pengorbanan yang radikal dan penyucian yang menyeluruh. Lembu betina merah yang sempurna melambangkan kurban yang tak bercela, sementara pembakarannya dan pencampuran abunya dengan air menunjukkan proses penyucian yang komprehensif. Ini adalah gambaran awal tentang bagaimana dosa dan kenajisan akan disingkirkan secara tuntas, membawa umat kembali ke dalam persekutuan yang benar dengan Sang Kudus.

Perjalanan dan Tantangan di Kadesh

Beralih ke Bilangan pasal 20, kita melihat umat Israel melanjutkan perjalanan mereka di padang gurun. Bab ini dimulai dengan kematian Miryam, seorang tokoh penting dalam sejarah bangsa Israel, yang juga diakhiri dengan sebuah peristiwa yang mengingatkan kita pada kerapuhan manusia, bahkan pemimpinnya.

Namun, momen yang paling menonjol dalam pasal ini adalah ketika umat Israel kembali menghadapi kekurangan air. Sekali lagi, mereka bersungut-sungut kepada Musa dan Harun, menuduh mereka membawa mereka ke tempat yang mengerikan ini untuk mati kelaparan dan kehausan. Dalam tekanan yang luar biasa, TUHAN berfirman kepada Musa: "Ambil tongkatmu dan engkau bersama-sama Harun, saudaramu, kumpulkanlah jemaah itu di depan gunung batu. Katakanlah kepada gunung batu itu, supaya ia memberi airnya."

Di sinilah terjadi sebuah kesalahan krusial. Alih-alih berbicara kepada gunung batu itu sebagaimana diperintahkan, Musa, dalam kemarahannya yang terpendam dan mungkin kelelahan, memukul gunung batu itu dua kali dengan tongkatnya. Ia berseru, "Dengar, hai para pemberontak, haruskah kami mengeluarkan air dari gunung batu ini untukmu?" Air pun mengalir deras, namun tindakan Musa yang tidak taat ini berakibat fatal bagi dirinya dan Harun.

TUHAN berfirman kepada Musa: "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dengan setia menguduskan nama-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini ke negeri yang Kuberikan kepada mereka." Ini adalah konsekuensi yang berat, sebuah pengingat pahit bahwa ketaatan yang sempurna kepada TUHAN adalah syarat mutlak. Kesalahan ini menunjukkan bahwa bahkan para pemimpin yang dipercayakan TUHAN pun dapat jatuh karena ketidaksempurnaan mereka. Bilangan 19 dan 20, bersama-sama, memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kekudusan, pembersihan dari dosa, ketaatan tanpa syarat, dan pengakuan akan otoritas TUHAN dalam setiap aspek kehidupan.