"Baiklah," kata Otniel, "Berikanlah tanah yang kering dan berikanlah mata air." Maka diberikannyalah kepadanya tanah tadah hujan dan mata air.
Kisah ini terambil dari Kitab Hakim, sebuah periode penting dalam sejarah bangsa Israel setelah kematian Yosua. Bangsa Israel menghadapi tantangan besar dalam menguasai tanah perjanjian yang telah diberikan oleh Tuhan. Seringkali, kegagalan mereka untuk sepenuhnya mengusir penduduk asli wilayah tersebut menimbulkan konsekuensi yang berat, baik secara fisik maupun spiritual.
Dalam konteks ayat 15 dari pasal pertama Kitab Hakim, kita diperkenalkan dengan Otniel bin Kenaz, seorang hakim yang diurapi oleh Tuhan untuk memimpin bangsa Israel. Otniel dihadapkan pada situasi yang tampaknya sulit. Ia meminta sebuah tanah yang diberikan kepada mertuanya, Kaleb, yang digambarkan sebagai tanah yang kering dan mungkin kurang subur. Namun, permintaannya yang mengejutkan adalah penambahan mata air.
Permohonan Otniel ini menunjukkan kedalaman imannya yang luar biasa. Di tengah tantangan dan keterbatasan yang ada, ia tidak hanya meminta tanah yang sulit dipertahankan, tetapi ia juga meminta sumber kehidupan dan kesuburan, yaitu mata air. Ini bukan sekadar permintaan materi, melainkan ekspresi keyakinan bahwa Tuhan yang memberinya kemenangan juga akan memberikan kemampuan untuk mengelola dan menjadikan tanah tersebut berdaya guna.
Ayat ini menjadi simbol kuat tentang bagaimana iman dapat mengubah persepsi kita terhadap kesulitan. Tanah yang kering bisa diartikan sebagai situasi hidup yang terasa tandus, penuh tantangan, atau bahkan tak berpengharapan. Mata air melambangkan anugerah, kekuatan, berkat, dan kemampuan yang diberikan Tuhan untuk mengatasi keterbatasan tersebut.
Kisah Otniel dan permintaannya kepada mertuanya relevan hingga kini. Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita semua pasti pernah atau akan mengalami masa-masa yang terasa "kering" atau "tandus". Mungkin itu adalah tantangan pekerjaan, kesulitan dalam hubungan, perjuangan finansial, atau bahkan pergumulan spiritual. Di saat-saat seperti ini, seringkali kita cenderung fokus pada kekurangan dan hambatan.
Namun, ayat Hakim 1:15 mengingatkan kita untuk tidak hanya terpaku pada kondisi yang sulit. Sebagaimana Otniel meminta mata air, kita pun dipanggil untuk mencari sumber anugerah Tuhan dalam setiap situasi. Ini berarti berdoa dengan sungguh-sungguh, mencari hikmat-Nya, mengandalkan kekuatan-Nya, dan percaya bahwa Ia mampu memberikan solusi dan berkat yang melampaui pemahaman kita.
Penting untuk dicatat bahwa pemberian mata air tidak datang secara ajaib tanpa usaha. Kaleb, mertua Otniel, memberikan tanah tersebut. Hal ini bisa diartikan bahwa Tuhan bekerja melalui orang lain, kesempatan, atau bahkan melalui tuntunan-Nya dalam langkah-langkah kita. Kuncinya adalah sikap hati yang percaya dan mau bergerak dalam iman.
Mengimani Tuhan berarti mempercayai bahwa Ia dapat mengubah kondisi yang paling sulit sekalipun menjadi tempat yang berlimpah dan diberkati. Seperti Otniel yang mendapatkan tanah tadah hujan dan mata air, kita pun dapat mengalami transformasi dalam hidup kita ketika kita menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan mengandalkan janji-Nya.