"Berkatalah Adoni-Bizek: 'Tujuh puluh orang raja, yang jarinya pada tangan dan kakinya terpotong, memungut remah-remah di bawah mejaku. Seperti yang telah kulakukan, demikianlah Allah membalaskan kepadaku.' Lalu ia dibawa ke Yerusalem, dan di sana ia mati."
Kitab Hakim-hakim dalam Alkitab mencatat periode sejarah Israel setelah kematian Yosua, di mana bangsa Israel dipimpin oleh para hakim. Periode ini ditandai dengan siklus pemberontakan terhadap Tuhan, penindasan oleh bangsa asing, dan seruan memohon pertolongan Tuhan, yang kemudian membangkitkan para hakim untuk membebaskan mereka. Ayat ketujuh dari pasal pertama Kitab Hakim-hakim ini memberikan sebuah fragmen menarik dari kisah seorang penguasa yang kejam, Adoni-Bizek.
Adoni-Bizek, yang namanya berarti "Tuan Bizek" atau "Tuan Fajar," adalah raja dari kota Bezzeq. Ia dikenal karena kekejamannya yang mengerikan terhadap musuh-musuhnya, sebuah praktik yang sayangnya umum di dunia kuno. Tindakan paling brutal yang ia lakukan adalah memotong jempol tangan dan kaki para raja yang ia taklukkan. Dengan cara ini, ia mempermalukan mereka, melucuti kemampuan mereka untuk berperang atau bahkan untuk berjalan dengan tegak, dan merendahkan mereka hingga mereka terpaksa memungut remah-remah makanan yang jatuh dari mejanya, seperti hewan peliharaan.
Dalam narasi Kitab Hakim-hakim, disebutkan bahwa suku Yehuda dan Simeon bersatu untuk melawan bangsa Kanaan dan orang Perisai di Bezzeq. Mereka berhasil mengalahkan bangsa-bangsa itu dan membunuh Adoni-Bizek. Namun, sebelum kematiannya, Adoni-Bizek mengucapkan sebuah pengakuan yang sarat makna. Ia mengenali bahwa apa yang menimpanya adalah pembalasan yang setimpal dari Tuhan atas perbuatan kejam yang telah ia lakukan. Frasa "Seperti yang telah kulakukan, demikianlah Allah membalaskan kepadaku" menunjukkan kesadaran akan prinsip keadilan ilahi, bahwa Tuhan melihat dan pada akhirnya akan menghakimi tindakan manusia.
Simbol keadilan dan konsekuensi perbuatan.
Kisah Adoni-Bizek, meskipun singkat, mengandung pelajaran yang kuat. Pertama, ia menyoroti sifat kejam dari beberapa penguasa Kanaan dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa Israel dalam menguasai Tanah Perjanjian. Kedua, dan yang lebih penting, ayat ini adalah pengingat bahwa Tuhan tidak buta terhadap ketidakadilan dan kekejaman. Prinsip "tabur tuai" berlaku tidak hanya dalam kehidupan pribadi tetapi juga dalam skala yang lebih luas, bahkan melibatkan kekuatan ilahi.
Adoni-Bizek mengakui bahwa ia "memungut remah-remah di bawah mejaku" – sebuah gambaran kehinaan yang luar biasa, yang mencerminkan penderitaan yang ia timpakan kepada orang lain. Pengakuannya adalah bukti bahwa kebenaran dan keadilan pada akhirnya akan ditegakkan. Kisah ini menjadi bagian dari narasi yang lebih besar dalam Kitab Hakim-hakim, yang menggambarkan bagaimana Tuhan bekerja melalui individu-individu yang tidak sempurna untuk mencapai tujuan-Nya, sambil juga menunjukkan konsekuensi dari ketidaktaatan dan kejahatan.
Dalam konteks modern, kisah ini dapat mengajarkan kita tentang pentingnya hidup dengan integritas dan keadilan, menyadari bahwa tindakan kita memiliki konsekuensi, dan bahwa ada kekuatan yang lebih besar yang mengawasi. Hal ini juga mengingatkan kita akan kerapuhan kekuasaan manusia dan keadilan sejati yang hanya dapat ditemukan dalam kebijaksanaan dan kedaulatan Tuhan.