"Lalu Yefta melarikan diri dari saudara-saudaranya, dan tinggal di tanah Tob. Tetapi orang-orang **liar** berkumpul pada Yefta, dan berperang bersama-sama dengan dia."
Kisah Yefta dalam Kitab Hakim-hakim adalah salah satu narasi yang paling menonjol tentang iman, keberanian, dan kerentanan di tengah kesulitan. Ayat pembuka dalam pasal 11, yaitu Hakim-hakim 11:3, memperkenalkan kita pada titik krusial dalam kehidupan Yefta. Disebutkan bahwa "Lalu Yefta melarikan diri dari saudara-saudaranya, dan tinggal di tanah Tob. Tetapi orang-orang **liar** berkumpul pada Yefta, dan berperang bersama-sama dengan dia." Kalimat ini sarat makna, menggambarkan Yefta yang terpinggirkan namun memiliki kualitas kepemimpinan yang menarik perhatian orang-orang yang terbuang dan berani sepertinya. Frasa "orang-orang liar" di sini tidak harus merujuk pada bandit, melainkan bisa juga merujuk pada kelompok-kelompok yang hidup di luar tatanan masyarakat konvensional, mungkin para petualang, atau mereka yang terpaksa bertahan hidup di perbatasan. Kehadiran mereka yang berkumpul pada Yefta menunjukkan bahwa Yefta memiliki karisma dan kemampuan yang diakui, bahkan oleh mereka yang juga berada di luar norma sosial.
Kehidupan Yefta tidaklah mudah. Ia diusir oleh saudara-saudaranya sendiri karena ia adalah anak dari seorang perempuan sundal, yang berarti status sosialnya rendah dan pewarisannya diragukan. Pengalaman penolakan dan pengabaian ini tentu membentuk karakternya. Namun, alih-alih tenggelam dalam keputusasaan, Yefta menemukan tujuan dan tempat di tanah Tob, sebuah wilayah di luar Yordania. Di sana, ia tidak hanya bertahan hidup, tetapi juga menjadi pemimpin bagi sekelompok orang yang juga mungkin merasa terbuang atau mencari kesempatan di tempat yang baru. Kehidupan di Tob tampaknya memberinya kesempatan untuk mengasah kemampuan memimpin, merencanakan strategi, dan memimpin pertempuran, yang kelak akan menjadi sangat penting.
Konteks sejarah pada masa Hakim-hakim adalah masa kekacauan dan perang yang sering terjadi. Bangsa Israel seringkali jatuh ke dalam penyembahan berhala, yang berujung pada hukuman dari Allah berupa penindasan oleh bangsa-bangsa tetangga. Dalam situasi seperti inilah, Allah membangkitkan para hakim untuk membebaskan umat-Nya. Yefta muncul pada saat bangsa Israel di Gilead menghadapi ancaman besar dari bangsa Amon. Para tua-tua Gilead yang awalnya mengusir Yefta, kini justru mendatanginya dengan permohonan bantuan. Mereka mengakui bahwa Yefta adalah satu-satunya yang dapat memimpin mereka meraih kemenangan.
Kisah Yefta yang dimulai dengan penolakan dan pengasingan ini menyoroti tema penting tentang bagaimana Allah dapat menggunakan siapa saja, bahkan mereka yang dianggap tidak berharga oleh dunia, untuk mencapai rencana-Nya. Keberanian Yefta, kepiawaiannya dalam berperang, dan daya tariknya sebagai pemimpin terbentuk dari pengalaman hidupnya yang keras. Ayub 11:3 bukan sekadar pengantar kisah Yefta, tetapi juga fondasi yang menunjukkan potensi tersembunyi dalam diri seseorang yang terpinggirkan, namun siap dipanggil untuk memimpin dalam menghadapi tantangan yang lebih besar. Kisahnya menginspirasi kita untuk melihat nilai dan potensi dalam diri setiap orang, terlepas dari latar belakang mereka, dan bagaimana iman dapat membimbing seseorang untuk bertindak berani di saat-saat tergelap.