"Kemudian orang Efraim menyuruh memanggil orang-orang Gilead, katanya: ‘Mengapa kamu lari dari peperangan melawan orang Amon? Mengapa kamu sendiri menyeberangi Yordan untuk berperang melawan orang Amon, dan mengapa kamu memanggil kami untuk berperang bersama-sama dengan kamu? Kami akan membakar rumahmu dan dirimu dengan api!’"
Kisah yang tercatat dalam Kitab Hakim-hakim pasal 12 ayat 4 ini menyajikan momen krusial dalam konflik antara suku Efraim dan suku Gilead. Perpecahan yang mendalam ini muncul setelah kemenangan besar suku Gilead atas orang Amon, sebuah kemenangan yang seharusnya dirayakan bersama sebagai sebuah kesatuan bangsa Israel. Namun, alih-alih dukungan dan pengakuan, yang diterima oleh suku Gilead justru tuduhan dan ancaman dari saudara mereka sendiri, suku Efraim.
Ayat tersebut secara gamblang menunjukkan bagaimana kesalahpahaman dan arogansi suku Efraim membawa mereka pada sikap yang destruktif. Mereka menuduh suku Gilead telah bertindak sendiri dalam peperangan melawan orang Amon, dan kemudian justru mencela keputusan suku Gilead untuk memanggil mereka bergabung. Sikap ini sungguh ironis, mengingat keberhasilan suku Gilead dalam mengalahkan musuh bersama. Ancaman untuk membakar rumah dan diri mereka sendiri menunjukkan betapa panasnya permusuhan yang telah tercipta, bahkan di antara sesama suku Israel.
Peristiwa ini menjadi cerminan bagi kita tentang bahaya perpecahan dan kesalahpahaman dalam sebuah komunitas, bahkan di dalam sebuah keluarga besar. Ketika ego pribadi atau kesukuan lebih dikedepankan daripada tujuan bersama dan prinsip persatuan, dampaknya seringkali adalah konflik yang merusak. Suku Efraim, karena rasa bangga dan mungkin rasa iri atas kemenangan suku Gilead, justru menciptakan luka baru. Mereka lupa bahwa musuh yang sebenarnya adalah bangsa-bangsa lain yang mengancam eksistensi Israel secara keseluruhan.
Dalam konteks yang lebih luas, kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya komunikasi yang baik, saling menghargai, dan empati. Alih-alih langsung menuduh dan mengancam, suku Efraim seharusnya mencoba memahami situasi yang dihadapi suku Gilead, atau setidaknya mengakui kontribusi mereka. Kemenangan yang diraih oleh sebagian anggota umat seharusnya menjadi kebanggaan seluruh umat, karena pada akhirnya, kekuatan sejati sebuah bangsa terletak pada kesatuannya.
Kisah Hakim-hakim 12:4 menjadi sebuah pelajaran berharga tentang konsekuensi dari sikap yang picik dan kurang bijaksana. Ini adalah pengingat bahwa perpecahan internal dapat melumpuhkan, bahkan menghancurkan, kekuatan sebuah kelompok atau bangsa. Untuk bisa bertahan dan berkembang, setiap elemen dalam sebuah kesatuan harus belajar untuk saling mendukung, menghormati, dan bekerja sama, demi kebaikan bersama. Mengutamakan persatuan di atas segala perselisihan adalah kunci untuk meraih kemenangan yang hakiki, bukan hanya dalam pertempuran fisik, tetapi juga dalam membangun komunitas yang kokoh dan harmonis.