"Di daerah pegunungan Efraim, di rumah Mikha, tinggallah seorang perempuan yang mengaku sebagai nenek mamaknya."
Kitab Hakim-hakim adalah sebuah periode kelam dalam sejarah bangsa Israel. Periode ini ditandai dengan ketiadaan kepemimpinan yang kuat dan merajalelanya kemurtadan spiritual. Pasal 17 dan 18 dari kitab ini membuka sebuah kisah yang memperlihatkan betapa kacau dan menyimpangnya kehidupan masyarakat saat itu. Ayat pertama dari pasal 17, yaitu Hakim-hakim 17:1, memperkenalkan kita pada sosok Mikha dan sebuah situasi keluarga yang unik, bahkan bisa dibilang aneh. Kalimat pembuka ini langsung membawa kita ke latar geografis di daerah pegunungan Efraim, sebuah wilayah yang memiliki signifikansi penting dalam peta Israel. Di tempat ini, di rumah seorang bernama Mikha, kita diperkenalkan pada keberadaan seorang perempuan yang disebut sebagai "nenek mamaknya". Frasa ini sendiri sudah menimbulkan pertanyaan. Dalam konteks keluarga yang normal, hubungan nenek dan mamak (paman dari pihak ibu) sudah cukup jelas. Namun, penyebutan "nenek mamaknya" bisa diinterpretasikan dalam beberapa cara yang menunjukkan kekaburan silsilah atau hubungan yang tidak biasa. Apakah ia adalah nenek dari pihak ibu (yang berarti nenek buyut) yang juga merupakan saudara perempuan dari pamannya, ataukah ini adalah cara penamaan yang tidak umum? Apapun tafsirannya, ini menggarisbawahi atmosfer kebingungan dan mungkin kekacauan dalam struktur keluarga dan silsilah di zaman tersebut. Kehadiran sosok ini, yang disebut dengan hubungan yang tidak biasa, menjadi titik awal untuk memahami lebih dalam mengenai kondisi spiritual dan sosial yang digambarkan dalam Kitab Hakim-hakim. Ayat ini bukan sekadar memperkenalkan sebuah nama atau status kekerabatan, melainkan sebuah ilustrasi dari dekadensi yang lebih luas. Ketika urutan keluarga menjadi kabur atau diungkapkan dengan cara yang membingungkan, ini bisa mencerminkan hilangnya tatanan dan norma yang lebih besar. Di zaman ketika setiap orang melakukan apa yang dianggap benar menurut pandangannya sendiri, seperti yang disebutkan di akhir Kitab Hakim-hakim, bahkan hubungan dasar sekalipun bisa terdistorsi. Kisah Mikha dan berhala-berhalanya yang akan terungkap selanjutnya, dimulai dari pengenalan sosok yang aneh ini. Ayat Hakim-hakim 17:1 adalah gerbang menuju pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana penyembahan berhala dan praktik-praktik yang menyimpang dapat merusak struktur sosial dan spiritual sebuah bangsa, dimulai dari lingkup terkecil, yaitu keluarga. Ini mengingatkan kita akan pentingnya kebenaran, tatanan, dan kesetiaan kepada Tuhan dalam membentuk masyarakat yang sehat dan bermoral. Di tengah kebingungan yang digambarkan, mencari dan menegakkan kebenaran Ilahi menjadi semakin krusial.