"Janganlah kamu memutarbalikkan keadilan; janganlah memandang pandang muka orang dan janganlah menerima suap, sebab suap itu membutakan mata orang bijak dan menggagalkan perkataan orang yang benar."
Ayat ini menyoroti peran krusial para hakim dalam menjaga integritas sistem keadilan. Sebagai penjaga hukum, para hakim memiliki tanggung jawab moral dan profesional yang sangat berat. Peran mereka bukan sekadar menerapkan peraturan, tetapi juga memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu. Penekanan pada "janganlah memutarbalikkan keadilan" menunjukkan betapa rapuhnya keadilan jika tidak dilindungi oleh individu yang berintegritas tinggi. Setiap keputusan yang diambil oleh seorang hakim memiliki dampak yang luas, tidak hanya pada pihak yang berperkara, tetapi juga pada kepercayaan publik terhadap sistem hukum secara keseluruhan.
Larangan "janganlah memandang pandang muka orang" secara tegas menolak adanya favoritisme atau diskriminasi dalam pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa kekayaan, status sosial, hubungan pribadi, atau prasangka tidak boleh sedikit pun memengaruhi penilaian seorang hakim. Keadilan sejati haruslah buta, tidak terpengaruh oleh penampilan luar atau latar belakang seseorang. Setiap individu berhak mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, dan hakim adalah garda terdepan yang memastikan prinsip ini berjalan.
Lebih lanjut, ayat ini secara gamblang memperingatkan terhadap penerimaan suap. Suap adalah racun yang merusak fondasi keadilan. Frasa "sebab suap itu membutakan mata orang bijak dan menggagalkan perkataan orang yang benar" memberikan gambaran yang kuat tentang bagaimana suap dapat mengikis kejernihan berpikir dan integritas seorang hakim. Ketika mata seorang hakim telah dibutakan oleh suap, ia tidak lagi mampu melihat kebenaran, dan perkataannya, yang seharusnya menjadi suara kebenaran, justru akan menghasilkan keputusan yang salah dan merusak. Ini adalah pengingat bahwa integritas pribadi adalah prasyarat mutlak bagi setiap individu yang memegang jabatan peradilan.
Dalam konteks modern, peran hakim menjadi semakin kompleks seiring dengan perkembangan masyarakat dan tantangan hukum yang kian beragam. Namun, prinsip-prinsip dasar yang disampaikan dalam ayat ini tetap relevan. Para hakim dituntut untuk senantiasa mengasah kemampuan analitis, menjaga independensi, dan memperkuat komitmen etika. Menerapkan hukum dengan adil dan bijaksana adalah tugas mulia yang memerlukan dedikasi penuh. Kegagalan dalam menjaga amanah ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan, ketidakstabilan sosial, dan hilangnya harapan masyarakat terhadap institusi hukum. Oleh karena itu, sosok hakim yang berintegritas, adil, dan tidak korup adalah pilar penting bagi tegaknya sebuah negara hukum yang sehat.