"Dan mereka menamai kota itu Dan, menurut nama Dan, bapa orang Dan itu, yang lahir di tanah Kanaan. Dahulu namanya Lais."
Kutipan dari Kitab Hakim, pasal 18 ayat 29, menceritakan tentang perubahan nama sebuah kota, Lais, menjadi Dan. Perubahan nama ini sendiri mengandung makna historis dan simbolis yang mendalam, yaitu pengakuan atas keturunan dan asal-usul suku Dan. Dalam konteks yang lebih luas, kisah ini bisa menjadi refleksi untuk kita di masa kini, terutama ketika kita berbicara tentang peran para hakim dan bagaimana keadilan diinterpretasikan dan diterapkan, khususnya bagi generasi muda usia 18-29 tahun.
Generasi 18-29 tahun sering kali disebut sebagai kaum milenial akhir atau Gen Z awal. Mereka tumbuh di era digital, di mana informasi mengalir deras dan perubahan sosial terjadi dengan cepat. Dalam mencari keadilan, mereka memiliki cara pandang yang unik, sering kali lebih kritis, transparan, dan partisipatif. Mereka tidak hanya menuntut keadilan dalam arti hukum formal, tetapi juga keadilan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Tantangan bagi para hakim dan sistem peradilan adalah bagaimana memahami dan mengakomodasi aspirasi generasi ini tanpa mengabaikan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Perubahan nama Lais menjadi Dan menunjukkan pentingnya identitas dan warisan. Bagi generasi 18-29 tahun, identitas mereka dibentuk oleh pengalaman unik mereka—teknologi, isu-isu global seperti perubahan iklim, kesenjangan sosial, dan pencarian makna di dunia yang kompleks. Ketika mereka berhadapan dengan sistem hukum, mereka mencari para hakim yang tidak hanya memahami hukum, tetapi juga mampu mengaitkannya dengan realitas kehidupan kontemporer. Ini berarti para hakim perlu terus belajar dan beradaptasi, memahami bahasa, nilai-nilai, dan tantangan yang dihadapi oleh kaum muda.
Dalam konteks peradilan, penting bagi para hakim untuk menjadi representasi dari nilai-nilai keadilan yang dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi 18-29 tahun. Keterbukaan proses peradilan, edukasi hukum yang mudah diakses, dan pemanfaatan teknologi dalam penyampaian putusan bisa menjadi langkah awal. Keadilan yang sejuk dan cerah, seperti warna-warna yang mendominasi tampilan artikel ini, harus tercermin dalam cara kerja sistem peradilan itu sendiri. Ini bukan hanya soal putusan yang adil, tetapi juga proses yang adil, transparan, dan mudah dipahami oleh semua pihak.
Kisah penamaan Dan di Hakim 18:29 juga mengingatkan kita bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi dan meninggalkan jejak. Para hakim memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa keputusan yang mereka ambil tidak hanya memberikan penyelesaian atas suatu perkara, tetapi juga membangun fondasi yang kuat bagi masa depan yang lebih adil. Bagi generasi 18-29, mereka adalah pewaris masa depan ini, dan keadilan yang mereka rasakan hari ini akan membentuk cara mereka memandang dunia dan berinteraksi dengannya esok hari. Oleh karena itu, peran hakim dalam memberikan rasa keadilan yang murni dan tulus menjadi sangat krusial.