Kutipan dari Kitab Hakim pasal 18 ayat 8 membawa kita pada momen krusial dalam narasi kaum Dan, sebuah suku Israel yang mencari wilayah baru untuk didiami. Di tengah perjalanan mereka, mereka bertemu dengan orang-orang Mikha dan melihat kondisi mereka yang aman dan tanpa penjaga. Hal ini memicu sebuah dialog yang sangat penting mengenai kepemimpinan, integritas, dan kedaulatan.
Ketika suku Dan ini menginterogasi penduduk di daerah Efraim tersebut, mereka tidak menemukan adanya seorang raja yang berkuasa. Namun, penolakan mereka terhadap kemungkinan raja yang tidak hadir ini dibarengi dengan sebuah pengakuan akan otoritas yang lebih tinggi. Mereka menegaskan, "Tetapi demi Allah, kami telah bersumpah bahwa segala sesuatu yang diputuskan akan kami pertahankan." Pernyataan ini mengandung makna yang mendalam. Ia menunjukkan bahwa meskipun tidak ada pemimpin manusia yang jelas, ada semacam kesepakatan sosial atau prinsip yang mengikat mereka.
Frasa "demi Allah" bukanlah sekadar ungkapan kosong. Ia menandakan bahwa sumpah mereka mengikat di hadapan Tuhan. Ini menyiratkan bahwa kedaulatan sesungguhnya tidak hanya terletak pada seorang raja duniawi, tetapi juga pada kehendak ilahi dan perjanjian yang mereka buat atas nama-Nya. Suku Dan, dalam situasi ini, tidak berusaha untuk mengambil alih wilayah secara sembarangan atau dengan kekerasan tanpa dasar. Sebaliknya, mereka mencari pemahaman tentang tatanan yang ada dan menunjukkan bahwa tindakan mereka akan didasarkan pada prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi, bahkan tanpa kehadiran seorang raja.
Pesan dari Hakim 18:8 sangat relevan hingga kini. Ia mengingatkan kita bahwa di mana pun kita berada, terlepas dari apakah ada otoritas formal yang terlihat atau tidak, selalu ada prinsip moral dan etika yang harus ditegakkan. Keadilan, integritas, dan komitmen pada kebenaran adalah fondasi yang kuat. Pernyataan sumpah atas nama Allah menunjukkan bahwa ada tanggung jawab yang lebih besar yang harus dipikul, yaitu akuntabilitas di hadapan Sang Pencipta. Hal ini mendorong kita untuk selalu bertindak dengan jujur dan berintegritas, bahkan ketika tidak ada mata yang mengawasi.
Poin penting dari ayat ini adalah penekanan pada sumpah yang mengikat di hadapan Tuhan sebagai landasan tindakan. Ini menjadi pengingat bahwa kedaulatan dan tanggung jawab seringkali melampaui struktur kekuasaan manusiawi.
Dialog antara suku Dan dan penduduk setempat juga menggarisbawahi pentingnya dialog dan pemahaman dalam menyelesaikan perselisihan atau menentukan langkah selanjutnya. Alih-alih langsung mengklaim hak, mereka terlebih dahulu bertanya dan menegaskan prinsip yang mereka pegang. Ini adalah contoh bagaimana cara berinteraksi yang bijaksana, dengan menghormati potensi keberadaan sebuah tatanan, meskipun tidak sepenuhnya terlihat jelas. Keberanian untuk menegaskan prinsip di hadapan ketidakpastian adalah pelajaran berharga yang terkandung dalam Hakim 18:8.