Hakim 19:23

"Janganlah kiranya engkau berbuat keji ini."

Kutipan dari Kitab Hakim-hakim pasal 19 ayat 23, "Janganlah kiranya engkau berbuat keji ini," merupakan seruan moral yang kuat di tengah kegelapan moral yang melanda masyarakat pada masa itu. Ayat ini diucapkan oleh seorang tuan rumah kepada para pria amoral yang hendak melakukan perbuatan keji terhadap tamunya. Di tengah keruntuhan norma dan hilangnya pegangan etika, suara yang menentang kejahatan ini terdengar begitu penting, menjadi mercusuar di lautan kebejatan.

Konteks historis di mana ayat ini muncul menggambarkan periode kekacauan, di mana setiap orang melakukan apa yang benar menurut pandangannya sendiri. Kejahatan dan ketidakadilan merajalela, dan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan seringkali dilanggar demi kepentingan pribadi atau kesenangan sesaat. Dalam situasi seperti inilah, teguran keras dari tuan rumah tersebut bukan sekadar penolakan terhadap tindakan fisik, tetapi juga penegasan terhadap nilai-nilai kebenaran dan kesucian yang seharusnya dijunjung tinggi.

Frasa "berbuat keji" merujuk pada tindakan yang sangat jahat, menjijikkan, dan melanggar hukum moral serta ilahi. Kata ini membawa bobot moral yang sangat besar, mengingatkan kita bahwa ada batasan-batasan yang tidak boleh dilampaui, bahkan dalam situasi terdesak sekalipun. Seruan ini mengingatkan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk bersuara menentang ketidakadilan dan kejahatan, bukan hanya untuk melindungi diri sendiri atau orang lain, tetapi juga untuk menjaga integritas moral masyarakat.

Dalam perspektif yang lebih luas, hakim-hakim 19:23 berbicara kepada kita tentang pentingnya keberanian moral. Menghadapi tekanan sosial atau bahaya fisik demi membela yang benar bukanlah hal yang mudah. Namun, sejarah telah membuktikan bahwa keberanian individu untuk mengatakan "tidak" pada kejahatan seringkali menjadi katalisator perubahan positif. Ini adalah pengingat bahwa meskipun dalam kegelapan yang paling pekat sekalipun, kebenaran dapat bersinar jika ada yang berani menyuarakannya.

Lebih dari sekadar kisah di masa lalu, ayat ini relevan hingga kini. Di era modern, di mana berbagai bentuk tekanan dan godaan kerap menguji batas moral kita, seruan "Janganlah kiranya engkau berbuat keji ini" tetap bergema. Ini adalah ajakan untuk introspeksi, evaluasi diri, dan komitmen untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip yang luhur. Keputusan untuk menolak kejahatan, sekecil apapun dampaknya, adalah langkah penting dalam membangun masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan beradab. Keadilan sejati dimulai dari penolakan tegas terhadap segala bentuk kebejatan, seperti yang diajarkan oleh para hakim di masa lalu.