Dan ketika tuannya pagi-pagi bangun dan membuka pintu rumah, ia melihat perempuan itu tergeletak di pintu rumah dengan kedua tangannya di ambang pintu.
Kisah yang terdapat dalam Kitab Hakim-hakim pasal 19 ayat 27 merupakan sebuah catatan yang begitu memilukan dan menjadi titik sentral dari sebuah narasi tragis. Ayat ini menggambarkan penemuan horor yang terjadi pada pagi hari, ketika seorang tuan rumah menemukan seorang perempuan tergeletak tanpa daya di ambang pintu rumahnya. Peristiwa ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan puncak dari serangkaian kejadian yang mengejutkan dan mengguncang, yang mencerminkan kondisi sosial dan moral yang merosot pada masa itu di Israel.
Kisah ini berawal dari seorang Lewi yang memiliki gundik dari Betlehem di Yehuda. Gundiknya berselingkuh dan kembali ke rumah ayahnya di Betlehem. Setelah beberapa bulan, sang Lewi pergi untuk membujuk gundiknya kembali. Ia diterima dengan baik oleh ayah gundiknya, dan menghabiskan beberapa hari untuk berunding. Namun, momen krusial terjadi saat sore hari menjelang malam, ketika mereka harus meninggalkan rumah tersebut. Sang Lewi dan rombongannya menolak tawaran untuk menginap di kota Yebus (Yerusalem) yang dihuni oleh orang Kanaan, dan malah memilih untuk singgah di Gibea, sebuah kota di wilayah Benyamin yang seharusnya sudah dikuasai oleh orang Israel.
Kedatangan mereka di Gibea disambut dengan sikap yang berbeda. Alih-alih keramahan, mereka disambut dengan kedengkian dan niat buruk. Penduduk kota tersebut, yang tampaknya terpengaruh oleh kebobrokan moral yang merajalela, mengepung rumah tempat sang Lewi dan rombongannya menginap. Mereka menuntut agar sang tamu Lewi dikeluarkan agar dapat "bersenang-senang" dengan pria tersebut. Dalam sebuah tindakan yang sangat menyakitkan dan merendahkan martabat manusia, ayah dari gundik Lewi justru mengorbankan gundiknya sendiri. Ia menyerahkan perempuan malang itu kepada massa yang brutal, dan kejadian mengerikan pun terjadi sepanjang malam.
Ayat 27 ini adalah saksi bisu dari kekejaman yang telah berlalu. Penemuan tubuh perempuan yang tak berdaya di ambang pintu menjadi simbol ketidakamanan, ketidakadilan, dan kebobrokan moral yang parah. Kejadian ini memicu reaksi keras dari suku Lewi lainnya, yang akhirnya membawa pada perang saudara antara suku Lewi dan suku Benyamin. Kisah ini bukan sekadar catatan sejarah, tetapi juga menjadi cerminan abadi tentang bahaya dari penyimpangan moral, hilangnya rasa hormat terhadap sesama, dan konsekuensi mengerikan dari kejahatan yang dibiarkan merajalela.
Lebih dari sekadar peristiwa kelam, kisah hakim 19:27 memicu refleksi mendalam tentang konsep keadilan, kehormatan, dan kemanusiaan. Ia mengingatkan kita bahwa dalam setiap masyarakat, ada tanggung jawab kolektif untuk melindungi yang lemah dan menegakkan hukum serta kebajikan. Kegagalan dalam memenuhi tanggung jawab ini dapat membawa kehancuran yang dahsyat.