Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel, dan Ia berfirman: "Oleh karena bangsa ini melanggar perjanjian-Ku yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyang mereka, dan oleh karena mereka tidak mendengarkan suara-Ku,
Ayat Hakim-Hakim 2:20 adalah sebuah pernyataan kuat dari sudut pandang ilahi mengenai konsekuensi yang timbul ketika umat Israel secara konsisten mengabaikan perjanjian yang telah mereka buat dengan Tuhan. Ayat ini bukanlah sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah pengingat mendalam tentang pentingnya ketaatan dan kesetiaan dalam hubungan antara manusia dan Sang Pencipta. Murka Tuhan yang bangkit bukanlah ekspresi emosi yang picik, melainkan manifestasi dari keadilan-Nya yang kudus terhadap pelanggaran kesepakatan yang fundamental.
Perjanjian yang disebutkan dalam ayat ini merujuk pada hukum-hukum dan perintah-perintah yang Tuhan berikan kepada bangsa Israel melalui Musa. Perjanjian ini menjadi dasar dari identitas mereka sebagai umat pilihan dan memberikan arahan bagi kehidupan mereka, baik secara individu maupun komunal. Ketika mereka "melanggar perjanjian-Ku yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyang mereka," mereka tidak hanya mengingkari janji, tetapi juga menolak dasar keberadaan mereka sebagai bangsa yang dikuduskan.
Lebih lanjut, ayat ini menekankan bahwa pelanggaran tersebut diperparah dengan sikap "mereka tidak mendengarkan suara-Ku." Ini menunjukkan sebuah penolakan aktif terhadap bimbingan dan peringatan Tuhan. Dalam konteks Hakim-Hakim, periode ini ditandai oleh siklus pemberontakan, penindasan oleh bangsa lain, dan seruan tobat yang kemudian direspons oleh Tuhan dengan mengangkat para hakim untuk membebaskan mereka. Ayat 2:20 ini menjelaskan akar dari siklus tersebut: ketidaktaatan yang persisten dan penolakan untuk mendengarkan Firman Tuhan.
Konsekuensi dari ketidaktaatan ini, seperti yang diisyaratkan oleh bangkitnya murka Tuhan, seringkali termanifestasi dalam berbagai bentuk kesulitan dan kesengsaraan yang dialami bangsa Israel. Mereka bisa saja jatuh ke dalam penindasan bangsa lain, mengalami kekacauan internal, atau terpinggirkan dari berkat-berkat yang dijanjikan dalam perjanjian. Tuhan, dalam kedaulatan dan keadilan-Nya, tidak membiarkan pelanggaran kesepakatan ilahi berlalu tanpa dampak. Namun, penting untuk diingat bahwa murka Tuhan juga seringkali disertai dengan anugerah kesempatan untuk bertobat dan kembali kepada-Nya.
Memahami Hakim-Hakim 2:20 memberikan kita pelajaran berharga. Ini mengingatkan kita bahwa hubungan kita dengan Tuhan bukanlah hubungan yang dangkal, melainkan didasarkan pada kesepakatan yang mengikat. Ketaatan pada Firman-Nya dan kesediaan untuk mendengarkan suara-Nya adalah kunci untuk mengalami berkat dan perlindungan-Nya. Siklus sejarah Israel yang tercatat dalam Kitab Hakim menjadi cermin bagi kehidupan rohani kita, mengajarkan bahwa jalan ketidaktaatan pada akhirnya akan membawa pada kesulitan, sementara jalan kesetiaan akan menuntun pada kedamaian dan pemeliharaan ilahi yang tak tergoyahkan.