Surat Al-Baqarah: 20-43

"Hampir kilat itu akan menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menerangi mereka, mereka berjalan di bawah sinarnya, dan apabila gelap menerpa mereka, mereka berhenti. Sekiranya Allah menghendaki, tentulah Dia menghilangkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu."

Simbol kilat menyambar dan keadaan gelap yang menggambarkan kondisi orang munafik

Kondisi Orang Munafik dan Ciri-ciri Mereka

Ayat-ayat awal dari Surat Al-Baqarah ini menggambarkan perumpamaan yang sangat kuat mengenai keadaan orang-orang munafik. Allah SWT menyamakan mereka dengan orang yang menyalakan api, kemudian ketika api itu menerangi sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya mereka, sehingga mereka tidak dapat melihat. Perumpamaan ini menekankan sifat keragu-raguan dan kemunafikan mereka yang berubah-ubah, selalu mencari keuntungan diri sendiri tanpa komitmen yang teguh pada kebenaran. Mereka bergerak di bawah cahaya ilahi hanya ketika itu menguntungkan mereka, namun ketika kegelapan datang, mereka kembali terdiam dalam kebingungan dan ketidakpastian.

Lebih lanjut, ayat 20 yang menjadi kutipan awal artikel ini, menggunakan metafora kilat yang menyambar pandangan. Ini menggambarkan bagaimana petunjuk ilahi atau kebenaran datang sesekali kepada mereka, menerangi jalan mereka. Namun, sifat alami mereka adalah ketidakpercayaan dan kemunafikan membuat mereka tidak dapat memanfaatkan cahaya tersebut secara permanen. Ketika kilat itu menerangi, mereka berjalan, seolah-olah mengikuti petunjuk. Namun, ketika kegelapan kembali menyelimuti, mereka berhenti, kembali pada keadaan semula yang penuh keraguan dan ketidakmampuan untuk bergerak maju. Ini adalah gambaran yang jelas tentang ketidakstabilan iman dan tujuan hidup mereka.

Kehendak Allah dan Kebenaran Hakiki

Ayat-ayat ini juga mengingatkan kita akan kehendak mutlak Allah SWT. Dinyatakan bahwa jika Allah menghendaki, Dia dapat menghilangkan pendengaran dan penglihatan mereka, menunjukkan betapa lemahnya manusia di hadapan kekuasaan-Nya. Namun, Allah memberikan mereka kesempatan untuk melihat dan mendengar, meskipun mereka menyalahgunakan anugerah tersebut. Hal ini menegaskan sifat Maha Pengampun sekaligus Maha Kuasa Allah. Kebenaran hakiki tidak dapat disembunyikan selamanya, dan pada akhirnya, semua akan dihisab di hadapan-Nya.

Memasuki ayat-ayat selanjutnya (hingga ayat 43), pembahasan berlanjut pada perintah-perintah dasar dalam Islam. Allah SWT memerintahkan manusia untuk beribadah hanya kepada-Nya, Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi. Ini adalah pondasi utama keimanan, yakni tauhid, pengesaan Allah. Perintah ini sangat fundamental, karena menolak segala bentuk penyekutuan terhadap-Nya, baik itu berhala, hawa nafsu, atau kekuatan lain yang dianggap setara dengan Sang Pencipta.

Kemudian, ayat-ayat tersebut menggarisbawahi pentingnya menjalankan salat, menunaikan zakat, dan berbakti kepada kedua orang tua. Tindakan-tindakan ini bukan sekadar ritual, melainkan cerminan dari keimanan yang tulus dan kepatuhan terhadap perintah Allah. Salat adalah cara kita berkomunikasi langsung dengan Sang Pencipta, sementara zakat adalah bentuk kepedulian sosial dan penyucian harta. Berbakti kepada orang tua adalah salah satu bentuk penghormatan tertinggi setelah ketaatan kepada Allah, mencerminkan nilai-nilai keluarga dan sosial yang kuat dalam Islam.

Lebih jauh, Allah SWT mengingatkan tentang pentingnya berbuat baik kepada kerabat, anak yatim, dan orang miskin. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang tidak hanya menekankan hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal yang harmonis antar sesama manusia. Islam mendorong umatnya untuk menjadi agen kebaikan di muka bumi, menciptakan masyarakat yang adil, peduli, dan penuh kasih sayang. Ayat-ayat ini secara keseluruhan membentuk kerangka moral dan spiritual yang kokoh bagi setiap Muslim, menuntun mereka untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan diridhai oleh Allah SWT.