"Dan anak-anak Israel pun maju dan berseru kepada TUHAN di Betel, dan mereka makan roti di sana sampai sore, di hadapan TUHAN. Dan mereka mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan di hadapan TUHAN."
Ayat Hakim 20:5 ini menggambarkan sebuah momen krusial dalam sejarah Israel kuno, yaitu setelah peristiwa tragis yang terjadi sebelumnya. Dalam menghadapi krisis dan kebingungan, umat Israel tidak berpaling dari Tuhan, melainkan bangkit dan mencari hadirat-Nya. Betel, yang memiliki makna "rumah Allah", menjadi tempat mereka berkumpul untuk berdoa, memohon petunjuk, dan mempersembahkan korban. Ini menunjukkan bahwa di tengah kesulitan, tindakan pertama yang seharusnya diambil adalah kembali kepada sumber kekuatan dan kebenaran. Kata kunci "hakim hakim 20 5" merujuk pada konteks Kitab Hakim, di mana kepemimpinan sering kali diwarnai oleh siklus pemberontakan, penghukuman, dan penebusan. Ayat ini muncul setelah kisah memilukan tentang perlakuan terhadap seorang Lewi dan pelayannya yang berujung pada perang saudara antara suku-suku Israel. Dalam situasi konflik internal yang begitu parah, umat Israel bersatu di hadapan Tuhan, bukan untuk saling menyalahkan lebih lanjut, tetapi untuk mencari pemulihan dan keadilan ilahi. Persekutuan di Betel bukanlah sekadar pertemuan biasa. Mereka "makan roti di sana sampai sore, di hadapan TUHAN," sebuah ungkapan yang menyiratkan kebersamaan yang mendalam, penerimaan perlindungan ilahi, dan pengakuan akan kedaulatan-Nya. Tradisi mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan di hadapan Tuhan menegaskan kembali komitmen mereka untuk taat dan mencari pendamaian. Ini adalah gambaran yang kuat tentang bagaimana krisis dapat menjadi katalisator bagi penguatan iman dan persekutuan. Lebih dari sekadar peristiwa sejarah, ayat ini memberikan pelajaran rohani yang relevan bagi setiap zaman. Ketika kita menghadapi tantangan pribadi, keluarga, atau bahkan skala yang lebih besar, penting untuk tidak tenggelam dalam keputusasaan atau saling menyalahkan. Sebaliknya, kita dipanggil untuk mencari hadirat Tuhan, merenungkan kehendak-Nya, dan hidup dalam persekutuan yang saling menguatkan. Kebijaksanaan seorang hakim, baik dalam pengertian legislatif maupun yudikatif, sering kali berasal dari pemahaman mendalam akan kebenaran ilahi dan aplikasi praktisnya dalam kehidupan. Kisah ini mengingatkan kita bahwa solusi sejati atas permasalahan sering kali berakar pada hubungan yang benar dengan Tuhan dan sesama. Kehidupan Israel saat itu berada di persimpangan jalan, dan pilihan mereka untuk datang ke Betel adalah bukti dari keyakinan bahwa Tuhan adalah sumber keadilan, pemulihan, dan kedamaian. Peristiwa di Betel ini menjadi fondasi bagi langkah-langkah selanjutnya dalam upaya mereka untuk mengembalikan tatanan dan mencari keadilan yang sesuai dengan kehendak Tuhan.