"Sekarang ketika Ehud telah selesai mempersembahkan persembahan itu, ia menyuruh pergi orang-orang yang telah mengantarnya."
Kitab Hakim-hakim merupakan salah satu bagian terpenting dari Perjanjian Lama yang mencatat sejarah bangsa Israel setelah kematian Yosua, pemimpin mereka. Periode ini ditandai dengan siklus pengkhianatan terhadap Tuhan, hukuman melalui penindasan bangsa asing, seruan minta tolong kepada Tuhan, dan pembebasan melalui para hakim yang diutus-Nya. Ayat Hakim-hakim 3:18 membuka sebuah narasi tentang salah satu hakim yang paling unik dan berkesan, yaitu Ehud bin Gera, dari suku Benyamin. Ayat ini secara spesifik menyoroti momen krusial di mana Ehud, yang kidal, telah menyelesaikan tugasnya dalam memberikan persembahan kepada Eglon, raja Moab yang jahat dan menindas bangsa Israel selama delapan belas tahun. Eglon digambarkan sebagai seorang pria yang sangat gemuk, dan penindasan yang dilakukannya membuat bangsa Israel sangat menderita.
Momen yang digambarkan dalam Hakim-hakim 3:18 adalah titik balik yang penuh strategi dan keberanian. Ehud, yang seharusnya pergi setelah menyelesaikan tugasnya, melakukan sesuatu yang tidak terduga. Ia memiliki rencana terselubung untuk membebaskan bangsanya. Keadaan ini menunjukkan bagaimana Tuhan dapat menggunakan individu yang tampaknya tidak memiliki kekuatan fisik yang dominan, seperti Ehud yang kidal (dianggap sebagai kelemahan di masa itu), untuk melaksanakan rencana-Nya yang besar. Ayat ini adalah permulaan dari sebuah aksi dramatis di mana Ehud kembali kepada Eglon dengan alasan yang dibuat-buat, dan di saat yang tepat, dengan menggunakan belati yang disembunyikannya di pinggang kirinya, ia membunuh Eglon. Tindakan ini menjadi pemicu pembebasan bangsa Israel dari cengkeraman Moab.
Makna dari Hakim-hakim 3:18 melampaui sekadar sebuah peristiwa sejarah. Ini mengajarkan tentang ketekunan dan kecerdikan dalam menghadapi penindasan. Ehud tidak hanya menunggu bantuan datang, tetapi ia secara aktif mencari cara untuk mengubah keadaan. Ia memanfaatkan kesempatan yang ada, bahkan yang diciptakannya sendiri, untuk melawan ketidakadilan. Hal ini menggarisbawahi pentingnya tidak berputus asa di tengah kesulitan, melainkan mencari solusi dengan bijak dan penuh iman. Tuhan seringkali bekerja melalui orang-orang yang mau melangkah maju dan melakukan bagian mereka.
Selanjutnya, ayat ini juga menunjukkan bagaimana seorang pemimpin yang dipilih Tuhan dapat bertindak tegas demi kebaikan umatnya. Keputusan Ehud untuk membunuh raja Moab, meskipun terdengar kejam bagi pandangan modern, dilihat dalam konteks sejarah dan teologi sebagai tindakan pembebasan yang diperintahkan Tuhan. Hakim-hakim ditugaskan untuk memulihkan keadilan dan mengembalikan bangsa Israel kepada ketaatan kepada Tuhan. Dalam kasus ini, Eglon adalah instrumen kejahatan, dan penyingkirannya adalah langkah pertama menuju pemulihan. Ehud, sebagai hakim, bertindak bukan atas dasar kebencian pribadi, tetapi sebagai agen perubahan yang dipanggil Tuhan untuk menegakkan keadilan dan membebaskan umat-Nya dari penindasan. Kisahnya adalah pengingat bahwa Tuhan dapat memilih siapa saja, di mana saja, dan dalam kondisi apa saja untuk menjadi alat-Nya.