Ilustrasi: Pertemuan Gideon dengan utusan TUHAN.
Ayat Hakim-hakim 6:22 mencatat momen penting dalam kehidupan Gideon, seorang pemimpin Israel yang pada saat itu dilanda ketakutan dan keputusasaan. Bangsa Israel berada di bawah penindasan kaum Midian yang kejam, merampas hasil panen dan membuat mereka hidup dalam persembunyian. Dalam situasi yang penuh dengan ketidakberdayaan ini, Gideon dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi penyelamat umat-Nya.
Ketika utusan TUHAN menampakkan diri kepadanya, reaksi pertama Gideon bukanlah keberanian atau kepercayaan diri, melainkan ketakutan yang luar biasa. Ia berseru, "Celakalah aku, Tuhan ALLAH! Sebab karena aku telah melihat utusan TUHAN dengan muka berhadapan." Seruan ini menunjukkan pemahaman Gideon tentang kekudusan dan kebesaran Tuhan yang begitu menakutkan bagi manusia berdosa. Kehadiran ilahi, dalam pandangan banyak orang di masa itu, seringkali diasosiasikan dengan kematian atau malapetaka jika seseorang tidak layak atau tidak suci. Gideon merasa dirinya tidak pantas untuk menghadap Tuhan secara langsung.
Namun, ayat ini lebih dari sekadar gambaran ketakutan manusia. Ayat ini juga menggarisbawahi sifat maha hadir dari Tuhan. Meskipun Gideon merasa terpencil dan dilupakan dalam persembunyiannya, Tuhan melihatnya. Tuhan mengetahui beban yang ditanggung Gideon dan penderitaan bangsa Israel. Kehadiran utusan Tuhan bukanlah suatu kebetulan, melainkan bukti bahwa Tuhan aktif dalam sejarah umat-Nya, merespons doa dan penderitaan mereka.
Reaksi Gideon yang mengkhawatirkan keselamatannya sendiri segera ditanggapi oleh utusan Tuhan. Dalam ayat-ayat selanjutnya, Tuhan meyakinkan Gideon, "Damai sejahtera bagimu, janganlah takut, engkau tidak akan mati" (Hakim-hakim 6:23). Penegasan ini adalah titik balik bagi Gideon. Ini menandakan bahwa Tuhan tidak datang untuk menghukum, melainkan untuk membawa pemulihan dan kelegaan. Kehadiran Tuhan, bukan sumber ketakutan, melainkan sumber kepastian dan anugerah.
Kisah Gideon mengajarkan kita bahwa seringkali panggilan Tuhan datang pada saat kita merasa paling lemah dan paling tidak siap. Ketakutan yang kita rasakan saat berhadapan dengan kebesaran-Nya adalah respons yang wajar, namun seharusnya tidak menghentikan kita untuk mendengar dan merespons panggilan-Nya. Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang mengerti kerapuhan kita. Ia tidak hanya melihat dosa dan kelemahan kita, tetapi juga melihat potensi yang Dia tanamkan.
Hakim-hakim 6:22 mengingatkan kita bahwa dalam setiap situasi, terutama ketika kita merasa takut dan tidak berdaya, Tuhan selalu hadir. Kehadiran-Nya adalah jaminan bahwa ada harapan. Seperti yang terjadi pada Gideon, ketika kita mulai memahami bahwa Tuhan hadir bukan untuk menghakimi secara mutlak, melainkan untuk memulihkan dan memberdayakan, ketakutan kita bisa berubah menjadi keberanian untuk melangkah maju, mengikuti pimpinan-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita. Percayalah pada kuasa penyertaan Tuhan yang mampu mengubah ketakutan menjadi keyakinan yang teguh.