Hakim Hakim 6:27

"Dan Gideon membuat persiapan di sana. Ia mengambil roti dan seekor anak lembu, lalu mempersembahkannya sebagai korban bakaran kepada TUHAN, dan roti itu ia potong-potong menjadi dua bagian."

Ayat Hakim-hakim 6:27 seringkali terlewatkan dalam kisah kepahlawanan Gideon. Namun, ayat ini menyimpan makna mendalam tentang respons seorang hamba Tuhan terhadap panggilan dan tanda yang diberikan. Gideon, yang pada awalnya diliputi ketakutan dan keraguan, mengalami perjumpaan transformatif dengan malaikat TUHAN. Perintah untuk membuat korban bakaran dan pemberian roti merupakan ujian sekaligus pengukuhan.

Saat bangsa Israel berada di bawah penindasan bangsa Midian, Gideon dipilih Tuhan untuk menjadi penyelamat mereka. Tuhan menampakkan diri kepadanya dalam rupa malaikat dan memerintahkannya untuk menghancurkan mezbah Baal. Gideon melaksanakan perintah itu pada malam hari karena takut akan keluarganya dan penduduk kota. Keesokan paginya, penduduk kota melihat kehancuran mezbah Baal dan menuntut agar Gideon dihukum. Namun, Yoas, ayah Gideon, membela anaknya dengan mengatakan bahwa jika Baal adalah allah, biarlah ia membela dirinya sendiri.

Dalam momen ketidakpastian dan genting inilah, Tuhan kembali memberikan tanda kepada Gideon. Ia meminta Gideon untuk menyiapkan seekor anak lembu dan mempersembahkannya sebagai korban bakaran, serta roti yang dipotong-potong. Tindakan Gideon bukan sekadar ritual semata. Ini adalah wujud ketaatan dan kepercayaan yang mulai bertumbuh dalam dirinya. Ia tidak lagi hanya mendengar firman Tuhan, tetapi juga melaksanakannya dengan segenap hati.

Reaksi dan Pertobatan

Persembahan Gideon dijawab Tuhan dengan cara yang ajaib. Api keluar dari batu dan melahap habis korban bakaran dan roti itu. Ini adalah konfirmasi ilahi yang tak terbantahkan bahwa persembahan Gideon berkenan kepada Tuhan, dan bahwa Tuhan sendiri yang telah memanggilnya. Tanda ini memulihkan keberanian Gideon, mengubahnya dari seorang petani yang bersembunyi menjadi pemimpin yang siap bertempur demi bangsanya.

Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya respons yang tulus terhadap kehendak Tuhan. Ketika Tuhan memberikan panggilan atau tanda, respons kita seharusnya adalah ketaatan yang segera dan sukacita. Persembahan Gideon melambangkan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Roti yang dipotong-potong bisa diartikan sebagai kesediaan untuk membagi-bagikan berkat dan sumber daya yang Tuhan berikan, atau sebagai kesaksian tentang keterpecahan dan kerendahan hati di hadapan Tuhan.

Pelajaran untuk Generasi Sekarang

Kisah Gideon, termasuk dalam Hakim-hakim 6:27, terus relevan hingga kini. Di tengah berbagai tantangan hidup, seringkali kita juga merasa kecil, tidak berdaya, atau ragu akan kemampuan kita. Namun, seperti Gideon, kita dipanggil untuk percaya bahwa Tuhan sanggup bekerja melalui diri kita yang paling lemah sekalipun. Ketaatan, sekecil apapun, dalam menanggapi panggilan Tuhan, akan selalu dijawab dengan cara-Nya yang ajaib.

Tuhan tidak hanya menuntut pengorbanan besar, tetapi juga kesediaan hati untuk mempersembahkan apa yang kita miliki, bahkan yang paling sederhana sekalipun, sebagai wujud penyembahan dan penyerahan diri. Mari kita belajar dari Gideon untuk menanggapi panggilan Tuhan dengan hati yang terbuka, bukan dengan keraguan, melainkan dengan iman yang teruji dan ketaatan yang bersukacita, seperti yang ia tunjukkan melalui persembahan di Hakim-hakim 6:27.