Ayat Hakim-Hakim 6:26 menceritakan momen krusial dalam kehidupan Gideon, seorang hakim Israel yang dipanggil Allah untuk menyelamatkan bangsanya dari penindasan Midian. Dalam menghadapi ketakutan dan keraguan yang melingkupinya, perintah untuk membangun mezbah dan mempersembahkan korban adalah sebuah instruksi yang mendalam, lebih dari sekadar ritual. Ini adalah panggilan untuk mengakui kedaulatan Allah dan untuk menyelaraskan diri dengan kehendak-Nya.
Di tengah kondisi bangsa Israel yang dilanda kemiskinan dan ketakutan akibat serangan Midian yang rutin, Gideon ragu akan kemampuannya sendiri. Ia merasa kecil dan tidak berarti untuk memimpin sebuah bangsa. Namun, Allah tidak melihat Gideon sebagaimana Gideon melihat dirinya sendiri. Allah melihat potensi, keberanian yang terpendam, dan hati yang mau taat. Perintah untuk membangun mezbah di "tempatnya yang teratur" menyiratkan bahwa ada sebuah tatanan ilahi yang harus dipulihkan. Ini bukan tentang mendirikan struktur fisik semata, melainkan tentang mengembalikan fokus dan prioritas bangsa kepada Allah, sumber kekuatan sejati mereka.
Membangun mezbah dalam konteks ini bukan hanya tentang memenuhi perintah, tetapi tentang sebuah tindakan iman. Gideon harus mengumpulkan kayu bakar, menyiapkan korban bakaran, dan menyalakannya dengan api. Proses ini membutuhkan waktu, usaha, dan keyakinan bahwa Allah akan menerima persembahannya. Ketaatan Gideon dalam membangun mezbah menjadi permulaan peneguhan ilahi. Allah tidak hanya menerima korban tersebut, tetapi juga menggunakan api dari surga untuk membakarnya, sebuah tanda yang sangat kuat dari penerimaan dan kuasa Allah. Kejadian ini menjadi titik balik bagi Gideon, memberinya keyakinan yang lebih besar untuk menjalankan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Kisah Hakim-Hakim 6:26 mengajarkan kita bahwa dalam setiap tantangan dan keraguan, langkah pertama yang sering kali diperlukan adalah kembali kepada Allah. Membangun mezbah pribadi kita bisa diartikan sebagai tindakan mengutamakan doa, penyembahan, dan ketaatan pada firman-Nya. Ketika kita dengan tulus mengarahkan hati dan hidup kita kepada-Nya, kita membuka diri untuk menerima kekuatan, bimbingan, dan dukungan ilahi. Api dari surga mungkin tidak datang dalam bentuk harfiah bagi kita hari ini, tetapi kehadiran Roh Kudus yang memurnikan, menguatkan, dan memberi kepastian adalah berkat yang tak ternilai dari ketaatan kita kepada Allah.
Mari kita renungkan makna dari ayat ini dalam kehidupan kita. Apakah ada area dalam hidup kita yang perlu dikembalikan kepada tatanan ilahi? Apakah kita bersedia membangun "mezbah" iman dan ketaatan, sekalipun itu membutuhkan usaha dan keyakinan? Jawaban kita akan menentukan bagaimana kita menghadapi tantangan dan bagaimana kita mengalami kuasa Allah dalam perjalanan hidup kita. Ketaatan yang tulus selalu mengundang berkat dan kekuatan yang melampaui pemahaman kita.