Kisah dalam Kitab Hakim-hakim seringkali menggambarkan pergumulan bangsa Israel di tengah tantangan dan kepemimpinan yang beragam. Salah satu bagian yang menarik adalah momen ketika Gideon dan pasukannya, meskipun telah meraih kemenangan besar atas orang Midian, masih harus menghadapi kesulitan di medan juang. Ayat Hakim-hakim 8:5 menyoroti sebuah aspek krusial dari kepemimpinan dan ketekunan: menjaga moral dan kesejahteraan pasukan di tengah upaya yang belum selesai.
Dalam konteks ini, Gideon dan pasukannya baru saja berhasil mengalahkan pasukan Midian yang jauh lebih besar. Namun, pertempuran belum sepenuhnya berakhir. Mereka masih harus mengejar dan menaklukkan para pemimpin musuh, yaitu Zebah dan Zulmunai. Dalam perjalanan yang melelahkan ini, Gideon dan anak buahnya membutuhkan dukungan. Namun, ironisnya, mereka justru menghadapi sikap penolakan dari saudara-saudara mereka di Sukkot.
Ketika Gideon meminta sedikit makanan untuk pasukannya yang kelelahan, para penduduk Sukkot bertanya dengan nada meremehkan, "Sudah tahukah tanganmu di dalam genggamanmu, bahwa Zebah dan Zulmunai sudah di tanganmu, sehingga kami harus memberikan roti kepada pasukanmu yang sudah lelah itu?" Pertanyaan ini bukan sekadar permintaan informasi, melainkan sebuah bentuk keraguan dan ketidakpercayaan terhadap kemampuan Gideon serta kelanjutan perjuangannya.
Sikap ini tentu sangat mengecewakan. Di saat para pejuang membutuhkan dukungan moral dan fisik, mereka justru dihadapi dengan sinisme. Ini adalah sebuah ujian ketekunan bagi Gideon. Seandainya ia mudah patah semangat atau kehilangan fokus, hasil pertempuran bisa saja berbeda. Namun, Gideon, meskipun terlihat jengkel dan kecewa, tetap teguh pada tujuannya.
Ayat ini mengajarkan kita beberapa pelajaran penting. Pertama, tentang pentingnya ketekunan. Gideon tidak berhenti setelah kemenangan awal. Ia tahu bahwa perdamaian dan keamanan sejati hanya akan tercapai jika para pemimpin musuh berhasil ditangkap. Perjuangan hingga akhir, meskipun penuh rintangan, adalah kunci kesuksesan yang hakiki.
Kedua, ayat ini menyoroti pentingnya dukungan dari komunitas. Sikap acuh tak acuh atau bahkan sinis dari sesama umat Tuhan dapat sangat membebani mereka yang sedang berjuang. Sebaliknya, dukungan, sekecil apapun, dapat memberikan kekuatan dan semangat yang luar biasa.
Ketiga, kisah ini menunjukkan bagaimana pemimpin yang tangguh harus mampu menghadapi kekecewaan dan tetap memotivasi diri serta pasukannya. Gideon tidak membiarkan sikap penduduk Sukkot menghentikannya. Ia justru menggunakannya sebagai bahan bakar untuk lebih gigih dalam mengejar tujuannya. Tindakan Gideon selanjutnya, yaitu menghukum Sukkot setelah ia berhasil menangkap Zebah dan Zulmunai, menunjukkan konsekuensi dari sikap yang tidak mendukung perjuangan yang benar.
Pada akhirnya, Hakim-hakim 8:5 adalah pengingat bahwa jalan menuju kemenangan yang utuh seringkali tidak mudah. Ada saat-saat di mana kita mungkin merasa lelah, diuji oleh keraguan orang lain, atau bahkan ditolak oleh mereka yang seharusnya memberikan dukungan. Namun, seperti Gideon, kita dipanggil untuk tetap setia pada panggilan kita, menunjukkan ketekunan, dan percaya bahwa perjuangan yang benar akan menuai hasil pada waktunya.
Ilustrasi: Konsep ketekunan Gideon dan pasukannya.