"Berhikmatlah selalu dan jadilah bijaksana, sebab hanya dengan kebijaksanaan engkau dapat berkuasa."
Ayat Hakim 9:8 menggarisbawahi pentingnya keadilan dan kebijaksanaan dalam menjalankan suatu tugas, terutama yang berkaitan dengan kepemimpinan atau pengambilan keputusan. Dalam konteks sejarah bangsa Israel, hakim adalah pemimpin yang ditunjuk untuk memimpin, membela, dan menghakimi umat. Oleh karena itu, kualitas pribadi seperti hikmat dan kebijaksanaan menjadi modal utama agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak menyimpang dari kehendak Ilahi.
Pesan ini relevan di segala zaman, termasuk bagi para pemimpin di masa kini. Seorang pemimpin yang adil akan senantiasa berpegang teguh pada prinsip kebenaran, tanpa pandang bulu. Ia tidak akan terpengaruh oleh kepentingan pribadi, tekanan dari pihak lain, atau godaan kekuasaan. Keadilan adalah pilar utama yang memastikan bahwa setiap individu diperlakukan setara dan mendapatkan haknya. Tanpa keadilan, sebuah tatanan masyarakat akan rapuh dan rentan terhadap ketidakpuasan serta konflik.
Namun, keadilan saja tidak cukup. Ayat ini juga menekankan kebijaksanaan. Kebijaksanaan bukanlah sekadar pengetahuan, melainkan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut dengan tepat dalam berbagai situasi yang kompleks. Seorang pemimpin yang bijaksana mampu melihat gambaran besar, memahami akar permasalahan, dan membuat keputusan yang tidak hanya adil, tetapi juga strategis dan berjangka panjang. Kebijaksanaan memungkinkan seseorang untuk membedakan mana yang benar dan salah, mana yang penting dan mana yang kurang penting, serta bagaimana cara terbaik untuk bertindak demi kebaikan bersama.
Dalam praktik, pemimpin yang memiliki kedua kualitas ini akan mampu menavigasi tantangan dengan lebih efektif. Mereka tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan, melainkan akan mempertimbangkan berbagai aspek dengan matang. Mereka juga akan mampu menginspirasi kepercayaan dan rasa hormat dari orang-orang yang dipimpinnya. Ketika keadilan dan kebijaksanaan menjadi panduan utama, maka kepemimpinan tidak hanya akan menghasilkan keputusan yang tepat, tetapi juga akan membangun fondasi moral yang kuat bagi komunitas yang dipimpin.
Prinsip yang terkandung dalam Hakim 9:8 ini tentu tidak terbatas pada lingkup kepemimpinan formal. Setiap individu dapat dan seharusnya berusaha untuk menginternalisasi nilai-nilai keadilan dan kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam interaksi sosial, di lingkungan kerja, atau bahkan dalam pengambilan keputusan pribadi, selalu ada ruang untuk bertindak secara adil dan bijaksana.
Berusaha untuk memahami perspektif orang lain, bersikap objektif dalam menilai suatu situasi, dan membuat pilihan yang didasarkan pada prinsip moral yang baik adalah langkah-langkah konkret untuk mewujudkan keadilan dan kebijaksanaan. Dengan demikian, kita tidak hanya berkontribusi pada tatanan yang lebih baik di sekitar kita, tetapi juga turut membangun karakter diri yang lebih kuat dan mulia, mencerminkan nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam firman.