Ibrani 11:18

"Karena Ia telah berfirman kepadanya: "Oleh Ishaklah keturunanmu akan disebut."

Simbol iman: Cahaya yang menembus kegelapan

Ilustrasi simbolis iman dan janji yang diterangi.

Ayat Ibrani 11:18 membawa kita pada inti dari kesaksian iman Abraham. Ayat ini bukan hanya sekadar pernyataan, melainkan sebuah fondasi pemahaman tentang bagaimana iman bekerja, terutama ketika berhadapan dengan janji-janji Allah yang tampaknya mustahil bagi akal manusia. Ketika Allah berfirman kepada Abraham, "Oleh Ishaklah keturunanmu akan disebut," ada sebuah narasi panjang yang mendahuluinya, sebuah narasi tentang penantian, keraguan, dan akhirnya, ketaatan yang lahir dari iman.

Kita ingat bahwa Abraham dan Sara sudah sangat tua ketika janji tentang seorang anak diberikan. Secara biologis, hal itu tidak mungkin terjadi. Namun, Abraham tidak berfokus pada ketidakmungkinan fisik, melainkan pada kuasa Allah yang sanggup menghidupkan apa yang telah mati, bahkan dalam konteks ini, menghidupkan potensi untuk memiliki keturunan dari pasangan yang sudah melewati usia subur. Ayat ini menekankan bahwa sumber keturunan yang dijanjikan adalah melalui Ishak. Ini adalah penegasan janji Allah yang spesifik dan ilahi, bukan kebetulan atau campur tangan manusia semata.

Mengapa penekanan pada Ishak ini begitu penting? Ishak adalah buah dari janji yang spesifik. Melalui Ishak, garis keturunan yang dijanjikan untuk membawa berkat bagi seluruh bangsa akan berlanjut. Bagi Abraham, menerima janji ini berarti menundukkan pikirannya kepada kehendak Allah, percaya bahwa apa yang Allah firmankan pasti akan terwujud, terlepas dari keadaan duniawi. Ini adalah iman yang melihat melampaui apa yang terlihat, merangkul apa yang belum terjadi seolah-olah sudah nyata.

Dalam konteks kehidupan kita, Ibrani 11:18 menjadi pengingat yang kuat. Seringkali, kita dihadapkan pada situasi yang terasa mustahil. Mungkin itu adalah tantangan dalam pekerjaan, masalah keluarga, atau kerinduan hati yang tampaknya tidak akan pernah terwujud. Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak terpaku pada keterbatasan kita atau keterbatasan kondisi eksternal. Sebaliknya, kita dipanggil untuk menaruh kepercayaan kita pada Allah yang membuat janji itu. Iman bukanlah keyakinan buta, melainkan keyakinan yang didasarkan pada karakter Allah yang setia dan berkuasa.

Abraham telah melihat bukti kuasa Allah sebelumnya. Namun, janji tentang Ishak membawa imannya ke level yang lebih dalam. Ia belajar untuk memercayai Allah bukan hanya dalam hal-hal yang bisa ia pahami, tetapi juga dalam hal-hal yang melampaui pemahamannya. Ayat ini mengundang kita untuk merenungkan janji-janji Allah dalam hidup kita. Apakah ada janji yang telah Allah berikan melalui Firman-Nya atau melalui doa-doa kita yang tampaknya sulit untuk digenapi? Ibrani 11:18 menegaskan bahwa bagi orang beriman, setiap janji Allah adalah fondasi yang kokoh untuk dipegang teguh. Kepercayaan pada janji ini membawa pengharapan dan kekuatan, memampukan kita untuk terus maju dalam perjalanan iman kita, mengetahui bahwa Allah yang berjanji adalah setia.