Kitab Imamat, sebuah kitab yang penuh dengan detail hukum dan ritual keagamaan dalam Perjanjian Lama, seringkali dipandang sebagai teks yang rumit. Namun, di balik aturan-aturan tersebut, tersembunyi makna yang mendalam tentang hubungan antara Allah dan umat-Nya. Salah satu ayat yang menarik untuk direnungkan adalah Imamat 10:14. Ayat ini memberikan instruksi spesifik mengenai bagian mana dari kurban keselamatan yang boleh dikonsumsi oleh para imam dan keluarga mereka.
Kurban keselamatan (sacrifice of well-being atau peace offering) dalam tradisi Israel kuno bukanlah kurban persembahan semata-mata untuk menebus dosa, melainkan juga sebagai ungkapan syukur, perayaan, atau pemenuhan nazar kepada Allah. Ketika umat mempersembahkan kurban ini, sebagian akan dipersembahkan kepada Allah melalui api (lemak dan bagian-bagian tertentu dibakar di mezbah), sebagian diberikan kepada para imam yang melayani, dan sebagian lagi dikonsumsi oleh umat itu sendiri dalam suasana perayaan bersama.
Makna di Balik Konsumsi Kurban
Imamat 10:14 secara spesifik menyebutkan "dada persembahan unjukan" (the breast of the wave offering) dan "paha bagian daripada kurban khusus" (the thigh of the heave offering) sebagai bagian yang boleh dimakan oleh Harun, anak-anaknya, dan keluarga mereka. "Persembahan unjukan" (wave offering) dan "kurban khusus" (heave offering) adalah dua jenis persembahan yang diangkat atau diunjukkan kepada Allah sebagai tanda pengakuan bahwa semua berkat berasal dari-Nya.
Fakta bahwa bagian-bagian ini diperuntukkan bagi para imam dan keluarga mereka memiliki beberapa implikasi penting. Pertama, ini adalah bentuk penghargaan dan pemeliharaan bagi mereka yang mengabdikan diri untuk pelayanan di Kemah Suci. Mereka yang melayani Allah berhak untuk menerima bagian dari berkat yang dipersembahkan kepada-Nya. Ini menekankan prinsip timbal balik dalam hubungan dengan Allah: kesetiaan dan pengabdian akan mendatangkan berkat dan pemeliharaan.
Kedua, makan bersama di "tempat yang bersih" menyiratkan kesucian dan kekudusan. Ritual persembahan dan konsumsi kurban harus dilakukan dalam keadaan yang murni, baik secara fisik maupun rohani. Ini mencerminkan bahwa hubungan yang intim dengan Allah memerlukan kesucian. Para imam, sebagai perantara, harus menunjukkan teladan hidup yang kudus.
Kesinambungan dengan Perjanjian Baru
Meskipun hukum-hukum Imamat adalah bagian dari Perjanjian Lama yang kini digenapi dalam Kristus, makna spiritualnya tetap relevan. Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus adalah Imam Besar agung yang mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai kurban yang sempurna untuk menebus dosa manusia. Kurban-Nya bukan lagi kurban hewan, melainkan pengorbanan diri-Nya yang sekali untuk selamanya.
Umat percaya kini memiliki akses langsung kepada Allah melalui iman kepada Yesus. Kita adalah "imam-imam rajani" yang diundang untuk mengambil bagian dalam perjamuan rohani Kristus. Kitab Ibrani menjelaskan bagaimana Kristus adalah Imam Besar yang melampaui tradisi keimaman Lewi. Kita diundang untuk datang kepada takhta kasih karunia dengan keberanian (Ibrani 4:16), bukan dengan ketakutan akan detail ritual, melainkan dengan pemahaman akan pengorbanan-Nya.
Ayat Imamat 10:14, meskipun spesifik pada konteksnya, mengajarkan prinsip bahwa mereka yang melayani Allah berhak atas berkat, dan bahwa ibadah yang benar adalah ibadah yang kudus dan penuh syukur. Prinsip ini tetap bergema hingga kini, mengingatkan kita untuk menghargai pengorbanan Kristus dan hidup kudus di hadapan Allah, sebagai umat yang telah diundang untuk ambil bagian dalam kekayaan rohani-Nya. Konsumsi kurban keselamatan mengajarkan tentang sukacita dan persekutuan yang datang dari hubungan yang benar dengan Allah.