Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN dan membakar habis
| kedua orang itu, sehingga mati di hadapan TUHAN. |
Imamat 10:2 mencatat sebuah peristiwa tragis dalam sejarah Israel kuno, yaitu kematian Nadab dan Abihu. Mereka adalah anak-anak Harun, imam besar, yang seharusnya menjalankan tugas-tugas kekudusan di hadapan Allah dengan penuh hormat dan sesuai perintah. Namun, dalam kesombongan atau kecerobohan, mereka mempersembahkan "api yang tidak diperintahkan" kepada TUHAN. Akibatnya, api dari hadapan TUHAN turun dan membinasakan mereka.
Peristiwa ini bukan sekadar kisah tentang hukuman ilahi semata, melainkan sebuah pelajaran fundamental mengenai kekudusan Allah dan pentingnya ketaatan yang tanpa kompromi dalam beribadah. TUHAN adalah pribadi yang kudus, terpisah dari segala dosa dan kenajisan. Kehadiran-Nya, meskipun penuh kasih dan anugerah, juga membawa keagungan yang menuntut rasa hormat dan ketundukan mutlak. Api yang keluar dari hadapan TUHAN dalam konteks ini seringkali diartikan sebagai manifestasi dari kekudusan-Nya yang membakar habis ketidaktaatan dan kenajisan yang mencoba mendekat dengan cara yang tidak semestinya.
Prinsip yang diajarkan oleh Imamat 10:2 tetap relevan hingga kini. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menghampiri Allah bukan dengan cara kita sendiri, melainkan melalui jalan yang telah ditetapkan-Nya, yaitu melalui Yesus Kristus. Kehadiran Allah di dalam hidup kita melalui Roh Kudus adalah sebuah anugerah yang luar biasa, namun itu tidak berarti kita bisa bersikap sembarangan atau mengabaikan kekudusan-Nya.
Api dari hadapan TUHAN dapat diibaratkan sebagai proses pemurnian rohani. Roh Kudus bekerja dalam diri kita untuk menginsafkan kita akan dosa, membimbing kita kepada kebenaran, dan menguduskan hidup kita. Terkadang, proses ini bisa terasa tidak nyaman, bahkan seperti terbakar, ketika Roh Kudus menyentuh area-area dalam hidup kita yang belum sepenuhnya tunduk kepada kehendak-Nya. Namun, ini adalah api yang memurnikan, bukan menghancurkan; api yang membentuk karakter kita sesuai dengan gambaran Kristus.
Ketaatan dalam hal-hal kecil sekalipun menjadi penting. TUHAN tidak hanya melihat hasil akhir, tetapi juga hati dan motivasi kita dalam mendekat kepada-Nya. Kesombongan rohani, keinginan untuk dikenal, atau bahkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan firman-Nya dapat menjadi "api yang tidak diperintahkan" dalam kehidupan kita.
Oleh karena itu, marilah kita senantiasa belajar untuk hidup dalam kekudusan, menghormati keagungan Allah, dan taat pada setiap perintah-Nya, bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena kasih dan kerinduan untuk menyenangkan hati-Nya yang kudus. Dengan demikian, kita dapat mengalami kehadiran-Nya yang memuaskan dan transformatif, bukan yang membinasakan.