"Demikianlah kamu harus melakukan perayaan pendamaian itu, yaitu pada bulan yang kesepuluh, pada tanggal sepuluh haribulan, kamu harus merendahkan diri dan jangan melakukan sesuatu pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang diam di tengah-tengahmu."
Ayat Imamat 16:34 merupakan puncak dari instruksi mendalam yang diberikan Tuhan kepada Musa mengenai Hari Pendamaian (Yom Kippur). Perintah ini tidak hanya sekadar sebuah aturan ritualistik, tetapi sebuah pengingat yang kuat tentang betapa pentingnya pengakuan dosa, kerendahan hati, dan penebusan dalam hubungan umat Tuhan dengan Dia. Hari ini ditetapkan sebagai hari yang sakral, di mana seluruh bangsa Israel, baik yang lahir di tanah perjanjian maupun para pendatang yang memilih untuk tinggal di tengah mereka, diperintahkan untuk "merendahkan diri" dan menghentikan segala aktivitas pekerjaan.
Konsep "merendahkan diri" dalam konteks ini melampaui sekadar istirahat fisik. Ini adalah panggilan untuk refleksi diri, kontemplasi, dan pengakuan akan ketergantungan total pada belas kasihan Tuhan. Ini adalah waktu untuk introspeksi mendalam, memeriksa hati, dan mengakui setiap kesalahan atau kesombongan yang mungkin telah menjauhkan mereka dari hadirat Tuhan. Dalam kesunyian dan ketidakaktifan duniawi, umat Tuhan diajak untuk lebih peka mendengar suara ilahi dan memohon pengampunan atas segala ketidaktaatan.
Larangan melakukan pekerjaan pada hari ini menegaskan kesakralan momen tersebut. Segala kesibukan sehari-hari harus ditinggalkan untuk memberikan sepenuhnya fokus pada aspek spiritual. Hal ini mengajarkan sebuah prinsip penting: bahwa ada waktu-waktu dalam hidup yang harus didedikasikan sepenuhnya untuk Tuhan. Pekerjaan dan urusan duniawi, meskipun penting, tidak boleh mengalahkan kebutuhan rohani untuk diperdamaikan dengan Pencipta. Pengalaman ini menekankan keunikan hubungan perjanjian antara Tuhan dan umat-Nya, di mana pemulihan hubungan terganggu adalah prioritas utama.
Menariknya, perintah ini juga berlaku bagi orang asing yang tinggal di antara bangsa Israel. Hal ini menunjukkan universalitas pesan penebusan dan inklusivitas rencana Tuhan. Siapapun yang memilih untuk hidup di bawah naungan perjanjian Tuhan, harus juga tunduk pada hukum-hukum-Nya, termasuk perintah untuk merayakan Hari Pendamaian dengan kerendahan hati. Ini adalah gambaran awal dari bagaimana anugerah Tuhan tidak terbatas pada satu bangsa saja, melainkan terbuka bagi semua yang bersedia menerimanya dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Imamat 16:34 bukan hanya catatan sejarah tentang praktik keagamaan kuno. Ayat ini memiliki resonansi abadi yang terus relevan bagi umat beriman di segala zaman. Ia mengingatkan kita akan pentingnya momen-momen hening untuk refleksi spiritual, kebutuhan akan pengampunan, dan kerendahan hati di hadapan Yang Mahakuasa. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, memahami dan menerapkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam ayat ini dapat membawa kedamaian dan pemulihan dalam hubungan pribadi kita dengan Tuhan. Ini adalah sebuah anugerah yang terus tersedia, sebuah kesempatan untuk memperbaharui komitmen dan menerima berkat dari-Nya.