"Siapa pun dari keturunan Harun, yakni orang yang kena penyakit kulit atau yang keluar air mani, janganlah ia memakan persembahan kudus itu, sampai ia menjadi tahir."
Imamat 22:4 adalah sebuah ayat yang berasal dari kitab Imamat dalam Alkitab Perjanjian Lama. Kitab Imamat sendiri merupakan kumpulan hukum dan peraturan yang diberikan Tuhan kepada bangsa Israel, khususnya mengenai ibadah, kekudusan, dan hidup yang berkenan kepada-Nya. Ayat ini secara spesifik menyoroti pentingnya kebersihan dan kesucian di kalangan para imam, yaitu mereka yang bertugas dalam pelayanan di Kemah Suci dan kelak di Bait Allah.
Pesan utama dari Imamat 22:4 adalah tentang larangan bagi mereka yang tidak tahir secara fisik untuk mengonsumsi persembahan kudus. Ayat ini menyebutkan dua kondisi spesifik yang membuat seseorang dianggap tidak tahir: terkena penyakit kulit tertentu atau mengalami keluarnya air mani. Dalam konteks zaman itu, kedua kondisi ini memiliki makna simbolis dan praktis yang mendalam. Penyakit kulit, seperti kusta, sering kali dipandang sebagai tanda kenajisan rohani dan sosial, sementara keluarnya air mani, meski merupakan bagian alami dari kehidupan, juga diatur dalam konteks kesucian ritual. Kedua kondisi tersebut mengharuskan individu untuk menjalani masa penyucian sebelum dapat kembali berpartisipasi dalam ibadah.
Mengapa persyaratan kesucian ini begitu penting bagi para imam? Para imam adalah perwakilan umat di hadapan Tuhan. Mereka yang mendekati hadirat Allah dalam pelayanan haruslah berada dalam keadaan yang paling murni dan kudus. Persembahan kudus, yang merupakan bagian dari korban persembahan kepada Tuhan, memiliki status yang sangat sakral. Mengonsumsi makanan yang kudus oleh orang yang najis dipandang sebagai tindakan yang sangat serius dan dapat membawa konsekuensi ilahi. Ini menegaskan bahwa Allah adalah pribadi yang kudus, dan setiap aspek penyembahan kepada-Nya harus dilakukan dengan penuh hormat dan kesadaran akan kekudusan-Nya.
Lebih dari sekadar peraturan ritual, Imamat 22:4 mengajarkan prinsip kekudusan yang relevan hingga kini. Kekudusan bukan hanya tentang ketiadaan dosa, tetapi juga tentang pemisahan diri dari segala sesuatu yang dapat mencemari hubungan kita dengan Tuhan. Bagi orang percaya masa kini, ayat ini mengingatkan kita bahwa kita dipanggil untuk hidup kudus dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pelayanan rohani yang kita lakukan. Ketika kita mendekati Tuhan dalam doa, pujian, atau pelayanan, kita harus melakukannya dengan hati yang bersih dan tulus, menyadari bahwa Tuhan melihat hati kita.
Penting untuk dicatat bahwa standar kekudusan yang dituntut dalam Perjanjian Lama mencapai pemenuhannya dalam pribadi Yesus Kristus. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus telah menyucikan umat-Nya dari dosa. Sebagai orang percaya, kita kini memiliki akses kepada hadirat Tuhan bukan karena kesucian ritual kita sendiri, tetapi karena kesucian Kristus yang diperhitungkan kepada kita. Namun demikian, panggilan untuk hidup kudus dan menjauhi kenajisan tetap ada. Kita dipanggil untuk memuliakan Tuhan dalam tubuh dan roh kita, serta menjaga kekudusan dalam setiap aspek kehidupan kita, termasuk dalam pelayanan dan kesaksian kita.