"supaya kamu tahu, bahwa Aku telah membuat orang Israel diam dalam pondok-pondok, pada waktu Aku membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Akulah TUHAN, Allahmu."
Simbol pondok peringatan dengan latar belakang cerah
Ayat dari Imamat 23:43 ini membawa kita pada sebuah pengingat penting dari Tuhan tentang sebuah perayaan yang berakar pada sejarah keselamatan umat-Nya. Tuhan memerintahkan orang Israel untuk diam dalam pondok-pondok selama perayaan Tujuh Hari Raya Penuaian (Sukkot). Perintah ini bukan sekadar tradisi belaka, melainkan sebuah cara yang sarat makna untuk mengenang dan merayakan kelepasan mereka dari perbudakan di tanah Mesir. Pondok-pondok yang sederhana, yang dibangun dari dahan-dahan pohon seperti palem, zaitun, dan dedaunan lainnya, menjadi simbol fisik dari masa pengembaraan mereka di padang gurun.
Selama empat puluh tahun, umat Israel hidup berpindah-pindah, bergantung sepenuhnya pada pemeliharaan Tuhan. Mereka tidak memiliki rumah permanen, dan perlindungan mereka adalah dari tenda-tenda dan pondok-pondok sementara yang mereka dirikan. Perayaan Sukkot, dengan keharusan mendiami pondok, mengingatkan generasi-generasi berikutnya tentang ketidakpastian dan kerentanan masa lalu, namun lebih penting lagi, tentang kesetiaan Tuhan yang tak tergoyahkan. Tuhan adalah sumber perlindungan, pemeliharaan, dan keselamatan mereka di setiap langkah.
Makna spiritual dari pondok-pondok ini meluas. Ia mengingatkan kita bahwa dalam kehidupan ini, seringkali kita mengalami masa-masa sementara, masa-masa di mana kita merasa tidak memiliki pijakan yang kokoh atau tempat yang aman. Namun, di tengah ketidakpastian itu, Firman Tuhan dalam Imamat 23:43 menegaskan, "Akulah TUHAN, Allahmu." Ini adalah janji bahwa Tuhan senantiasa hadir, menjadi tempat perlindungan dan kekuatan bagi umat-Nya. Ia adalah sumber kepastian di tengah segala ketidakpastian dunia.
Peringatan ini mendorong kita untuk memelihara rasa syukur dan kerendahan hati. Mengenang bagaimana Tuhan telah bekerja dalam sejarah kita, baik secara pribadi maupun kolektif, seharusnya menumbuhkan hati yang penuh ucapan syukur. Kita diajak untuk tidak melupakan asal-usul kita, pengalaman-pengalaman yang membentuk kita, dan terutama campur tangan Tuhan yang telah membawa kita hingga saat ini. Kehidupan kita adalah perjalanan, dan di setiap tahapannya, Tuhan adalah penuntun dan pelindung kita.
Lebih jauh lagi, perintah untuk diam dalam pondok menekankan pentingnya komunalitas dan berbagi pengalaman. Seluruh umat Israel, tanpa terkecuali, berpartisipasi dalam perayaan ini. Ini adalah waktu untuk berkumpul, bersukacita bersama, dan memperkuat ikatan satu sama lain sebagai umat pilihan Tuhan. Sukacita yang dirasakan bukan hanya sukacita pribadi, tetapi sukacita kolektif yang berasal dari kesadaran akan anugerah dan kasih karunia Tuhan yang telah diberikan kepada seluruh bangsa. Melalui perayaan ini, Tuhan ingin agar umat-Nya senantiasa mengingat dan merayakan karya penyelamatan-Nya, menumbuhkan iman yang teguh dan hati yang penuh syukur.